Kenta Fujii, juara All Japan Championship 2012, kerja enggak dibayar
Kenta Fujii, juara All Japan Championship tahun lalu untuk kelas GP3 dari tim Technical Sports Racing (TSR), Jepang, masih tetap bekerja di TSR. Kenta pun tidak digaji meski beker ja di TSR. TSR sendiri punya ayah Kenta, Masakazu Fujii.
“Dia sudah dibayar lewat balapan. Itu biaya balap di Jepang. Tahun ini pun dia dibiayai balapan di Spanish Championship. Sebagai balasannya ya dia harus bekerja di workshop tim tanpa digaji,” ujar Hiroyuki Matsuyama, Product Development TSR.
MOTOR Plus nangkap basah Kenta sedang mengolah fairing untuk motor balap di markas TSR, Suzuka, Jepang, akhir Agustus lalu. Pakaiannya pun seperti karyawan bengkel TSR.
Ron Hogg. Mentalitas pembalap Jepang bisa ditiru
Kenta dilatih mentalnya. Apa yang terjadi kalau Kenta besar di Indonesia? Mungkin saja malah dia minta dibayar karena jadi pembalap dan pekerja bengkel di tim sendiri dianggap berbeda. Enggak sedikit, pembalap yang selalu teriak bantuan sponsor padahal prestasi masih level nasional.
“Itu bedanya dengan pembalap Jepang. Mental seperti mereka patut dicontoh. Mereka balapan all out. Bagi pembalap di Jepang cuma satu di pikiran mereka. Gas sekencang-kencang supaya bisa dapat prestasi. Efeknya ya itu sering terjadi kecelakaan,” ungkap Ron Hogg, promotor papan atas Asia Road Racing Championship (ARRC), dari Malaysia.
Karena pembalap adalah pekerjaan murni, hidup-mati di sirkuit. Bukan sele-briti yang lebih banyak bergaya dibanding all out di balapan. Helm, racing suit, sampai sepatu balap minta dibawain. Sedikit-sedikit suruh orang.
“Sikap mandiri jadi penilaian apakah pembalap mau jadi profesi atau sekedar gaya hidup. Ini bisa kami lihat selama balapan dan di luar balapan,” sergap Kazuhiko Yamano, Project Leader Asia Dream Cup dari Honda Corporation, Jepang. Yamano juga lima tahun jadi salah satu manager di tim MotoGP. (www.motorplus-online.com)