Sidang tilang jarang digelar
Keputusan Pengprov DKI bersama Polda Metro Jaya yang akan menetapkan denda tilang maksimal sesuai Undang Undang No. 22 tahun 2009 untuk pengendara yang menerobos masuk jalur Busway, sepertinya bakal menemui banyak kendala. Bahkan nggak akan berjalan. Rasa pesimis ini banyak dikemukakan pengendara yang sudah mengalami proses tilang di pengadilan.
Keputusan denda tidak hanya dari pihak kepolisian yang menilang di jalan. Tetapi ada pertimbangan hakim yang ketok palu pada saat sidang tilang di Pengadilan Negeri (PN). Padahal PN sendiri jarang menggelar sidang tilang seperti layaknya sidang. Tetapi hanya dilakukan sekadar formalitas, pengambilan barang bukti dan bayar denda.
Untuk mengetahui bagaimana proses sidang tilang di PN, MOTOR Plus mencoba mengikuti proses sidang. Sidang dijadwalkan setiap Jumat. Pada Jumat pertama, kami mendatangi PN Jakarta Barat yag ada di Jl. S. Parman, Slipi, Jakarta Barat. Datang jam 10.00, tapi dibilang sidang sudah selesai.
Tetapi di tempat parkir, tepatnya di basement gedung PN Jakarta Barat, tersedia meja di sebelah kantin yang di sekitarnya banyak orang sedang menunggu dan bertransaksi untuk pengambilan STNK atau SIM yang disita.
"Nggak ada sidang. Kalau mau ambil STNK atau SIM bisa dibantu ke hakimnya langsung," ujar Adi, bukan nama sebenarnya. Pria ini memakai name tag pengadilan dan selalu keluar masuk ruangan. Ia menawarkan untuk satu pelanggaran alias satu pasal dikenakan denda Rp 70 ribu.
"Lihat saja di bagian samping atas bukti tilang. Kalau polisi menuliskan pasal pelanggarannya berarti masih bisa nego. Tapi kalau jumlah denda di surat tilang dilingkari atau kasih tanda, Pengadilan sudah nggak bisa nawar lagi. Harus ikuti denda yang ditetapkan di surat tilang. Menurut pengakuannya dengan biaya segitu ia mendapat Rp 5.000 hingga Rp. 10.000 untuk satu surat tilang.
Ketika MOTOR Plus menanyakan soal denda masuk jalur Busway, pria ini berujar nggak mungkin denda Rp 500.000 dilaksanakan. "Kalau yang kena tukang ojek, mana mungkin denda segitu. Hakim juga nggak setuju," terangnya.
Langsung bayar dan ambil barang bukti
Dinda, juga bukan nama sebenarnya, pelanggar yang menerobos jalur Busway di Daan Mogot, Jakarta Barat juga merasa keberatan dengan rencana denda maksimal. "Kalau denda di Pengadilan tinggi, mending damai sama Polisi di tempat. Nggak ribet dan nggak buang waktu ke Pengadilan. Toh bisa nego," ujarnya.
Beda lagi alasan Riyan yang mengaku kena tilang karena lampu depan motor mati. "Kalau benar diberlakukan, berarti nggak perlu sidang lagi. Kan bisa bayar langsung ke Bank. Ke sini cuma ambil SIM atau STNK aja. Artinya, penghasilan hakim atau Pengadilan pasti jadi nggak ada dari sidang tilang ini," jawabnya.
Jumat berikutnya MOTOR Plus memantau PN Jakarta Selatan. Di Pengadilan yang terletak di Jl. Ampera Raya, Jakarta Selatan ini, juga tidak ada sidang seperti yang ada dalam gambaran banyak orang. Tetapi para pelanggar langsung ke bagian samping belakang gedung. Di sini tersedia loket. Pelanggar langsung mengambil nomor urut pengambilan barang bukti di loket 1, lalu menunggu panggilan dan langsung membayar denda.
"Saya juga baru tahu dari berita, masuk jalur Busway kena denda Rp 500.000. Tapi barusan bayar denda karena masuk jalur Busway di Pancoran, Jakarta Selatan, kena Rp 70.000. Kalau denda maksimal, mendingan cari surat kehilangan ke Polsek, terus cari SIM baru lagi. Lebih murah," yakin Rendi, karyawan yang tinggal di Kalimalang, Jakarta Timur.
Oh iya, dari ambil nomor urut sampai mengambil kembali SIM yang disita, Rendi hanya butuh waktu 30 menit dengan nomor antrean 580. (motorplus-online.com)