Istilah Pecun alias ‘perek cuma-cuma’ muncul pada akhir 90-an. Di kalangan ABG saat itu, istilah Pecun kemudian berkembang di lokasi tongkrongan biker di wilayah Blok M dan sekitarnya.
Ada berbagai faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam hal ini fenomena cabe-cabean. Pakar Psikologi anak dan remaja Seto Mulyadi menyebutkan faktor utama terjadinya kenakalan remaja adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap sang anak. “Para remaja mencari pelarian di luar lingkungan rumah. Bersyukur ketika lingkungan baru di luar itu positif. Kalau negatif, seperti balapan liar tentu saja kita turut prihatin,” papar bapak yang ngetop dipanggil Kak Seto itu.
Kak Seto ini juga menampik kalau ekonomi bukan menjadi satu-satunya faktor penyebab para remaja ini bertindak negatif. “Remaja dari lingkungan berkecukupan pun juga bisa mengalami hal yang sama,” sebut Kak Seto lebih jauh.
Doddy menyebutkan dari pengalamannya kenal dengan beberapa cabe-cabean terungkap paling tidak ada 4 faktor yang membuat para gadis kecil ini terjerumus menjadi cabe-cabean. “Pertama, tidak ada kasih sayang dari orang tua. Para orang tua sudah tidak peduli lagi dengan anak-anaknya. Kedua, memang bermotif ekonomi. Guna mendapatkan uang yang digunakan untuk membeli keperluan pribadi seperti kosmetik, baju. Ketiga mereka kecewa dengan pacarnya. Ada yang bilang kegadisannya direnggut oleh sang pacar. Dan si pacar tidak bertanggung jawab. Akhirnya, mereka kecewa kemudian melampiaskannya dengan cara seperti ini. Dan terakhir untuk meningkatkan status si cewek itu sendiri. Jika berteman dengan pembalap apalagi si joki selalu jadi nomor satu tentu saja cewek yang selalu dan langganan berada di sampingnya akan ikut terangkat secara pamornya.”
Salah satu cara yang bisa menangkal kejadian ini, menurut Kak Seto adalah penanaman faktor agama dan budi pekerti. “Tugas orang tua dalam kondisi seperti ini memang sangat berat. Orang tua harus jadi panutan dalam bertingkah laku baik,” sebut pria berkacamata ini. (motorplus-online.com)