Burgess nggak bisa berbuat banyak di Ducati
Tidak ada dua matahari. Itulah pepatah yang cocok untuk Valentino Rossi saat bergabung ke Ducati. “Perpindahan Rossi ke Ducati karena dia sudah memperkirakan Jorge Lorenzo akan jadi bintang di Yamaha. Rossi enggak mau dia jadi pelengkap sang bintang. Dipilihlah Ducati,” ujar Jeremy Burgess kepada salah satu reporter luar negeri.
Dengan wartawan luar negeri itu, Burgess lumayan terbuka tentang The Doctor. Omongan Burgess terjadi saat di MotoGP Sachsenring, Jerman. “De-ngan kepindahannya ke Ducati, Rossi bisa menjadi pembalap nomor 1. Ducati dijadikannya tantangan setelah dari Honda dan Yamaha. Sayangnya selama dua musim Rossi tidak memberikan prestasi yang diharapkan Ducati,” kata Burgess yang sudah ‘putus’ hubungan dengan Rossi tahun depan.
Setelah Juara Dunia 9 kali itu balik lagi ke Yamaha, Burgess bilang Rossi masih tetap bersemangat. Kata kepala mekanik yang melahirkan banyak juara dunia GP500 dan MotoGP meyakinkan Rossi kalau Yamaha YZR-M1 versi 2013 akan bisa ditaklukannya.
“Ergonomi tidak akan berubah karena manusianya tidak ada perubahan. Tapi, masalah muncul karena ternyata YZR-M1 versi 2013 berubah. Tenaganya lebih besar dibanding terakhir Rossi pakai (2010). Sumbu rodanya sedikit lebih panjang,” bilang Burgess.
Tambahan lagi, problem teknik yang lain muncul setelah kembali ke Yamaha. Linkage di YZR-M1 2013 sedikit ada perbedaan dari versi 2010. Dari total perbedaan yang ada, The Doctor mencoba untuk bikin motornya senyaman mungkin. “Itulah Rossi. Dia minta motor senyaman mungkin. Motor dibikin senyawa dengan dirinya. Beri dia motor yang nyaman, pasti juara akan digenggamannya,” ulas Burgess.
Semenjak tes di awal musim 2013 dan balapan sampai seri sebelum MotoGP Sachsenring mulai terlihat. Rossi memang bukan enggak bisa mengendalikan YZR-M1 tahun ini.
“Tapi, masalahnya Lorenzo lebih berani di tikungan. Coba dan silakan cek lap time setiap sesi latihan bisa sejajar catatan waktunya dengan Lorenzo. Tapi, masalahnya Lorenzo berani mengambil risiko di tikungan. Sedangkan Rossi, cenderung menikung aman jadi andalannya,” timpal tunner yang berasal dari Australia ini.
Burgess sepertinya jelas-jelas menunjuk pro- blemnya juga karena masalah di diri Rossi musim ini. “Memang, Rossi pembalap yang sangat berpengalaman. Tapi, teknik balapnya sangat konservatif. Teknik balapnya hanya mengundang sedikit risiko. Tidak seperti Lorenzo. Mungkin Lorenzo masih berumur 26 tahun dengan fisiknya yang masih sangat baik,” sergap Burgess yang pernah belajar dari Erv Kanemoto, tunner legendaris dari Jepang.
Malangnya lagi, karakter ban soft compound yang disuplai Bridgestone bikin Rossi enggak bisa berbuat lebih banyak pada musim ini. Rossi seperti kehilangan daya untuk bisa menaklukan aspal sirkuit.
“Kembali lagi dengan gaya balapnya Rossi. Ban musim ini sedikit berbeda dibanding 2010-2012. Valentino enggak cocok dengan spesifikai ban yang digunakannya tahun ini. Sepertinya ban yang sekarang hasil dari evaluasinya Casey Stoner dan Honda pada musim kompetisi tahun lalu. Dicoba Rossi berkali-kali masih terasa ada gejala getaran di ban depan,” rinci Burgess lebih lanjut.
Jelas sekali kalau Burgess yang sudah kerja bareng dengan Rossi selama 14 tahun mengungkapkan gagalnya Rossi setelah balik ke Yamaha karena Rossi sendiri. Memang benar kata pepatah lagi bahwa matahari pun ada waktunya tenggelam. (motorplus-online.com)