Kesukaan Yudi Aditya pada Vespa lawas sebenarnya sudah berlangsung lama. Sempat berburu Vespa untuk memenuhi keinginannya. Tapi malah yang didapat motor Eropa seperti Norton, BSA, dan BMW. Beberapa unit BSA sempat memenuhi garasinya.
Fakta berkata lain. Ketika krisis moneter 1998, semua unit motor koleksinya terpaksa dijual. "Baru kemudian pada 2006 mulai lagi berburu motor lawas. Kali ini fokus mencari Vespa," terang Yudi Aditya yang waktu itu belum banyak mengenal komunitas Vespa.
Karena belum punya bantyak teman sesama penyuka skuter Italia, ia berburu sendirian mencari koleksi yang diinginkannya. Pertama kali dapat Vespa PTS 1978, disusul Vespa PNB tahun 1961, Sprint S, Sprint V, Vespa 61,62 serta 64. "Suatu ketika ditawari mesin Lambretta CE 125 oleh seorang montir, aku terima saja. Bingung juga, montir saja nggak bisa hidupin mesin Lambretta, apalagi saya. Akhirnya mesin hanya diletakkan di gudang," kekeh ayah dua putri satu putra ini.
Usahanya menghidupkan mesin Lambretta belum berhasil, mulailah masuk klub Lambreta Indonesia akhirnya menemukan mekanik andalannya yang menangani Lambretta. Lalu dari klub inilah Yudi merasa mendapatkan banyak manfaat, menjadi media komunikasi dengan rekan sesama pencinta Lambretta.
Koleksinya pun menjadi bertambah, mulai Lambretta Vega 75 cc, Lambretta Li tahun 1962, Lambretta DL tahun 1970, dan Lambretta Star Stream 2-tak tahun 1966. Kelamaan garasi di rumahnya jadi penuh. Karena faktor ketiadaan tempat, beberapa koleksinya masih tersimpan di bengkel. "Garasi sampai nggak muat," aku pria kelahiran 15 Juni 1966 ini.
Mesin Lambretta pun, yang tadinya diletakkan di gudang dihidupkan kembali berkat hubungan mekanik melalui komunitas. "Ketimbang susah cari bodi, mesin Lambretta dibuatkan dudukan dan ditambah dengan marmer. Jadilah meja, yang bisa diletakkan di teras," kekeh suami dari Vera ini.
Mesin Lambretta yang dijadikan meja teras, hanya sekali-sekali dihidupkan menggunakan slang yang dihubungkan ke bahan bakar. Di lingkungan klub Lambreta Indonesia, setiap tunggangan wajib diberi nama masing-masing. Arek Ngalam ini pun memberikan panggilan pada semua Lambretta miliknya. Seperti Evenue dan Harvard.
"Evenue diambil dari nama distrik di Hongkong. Di mana di tempat itu pengunjungnya bisa melihat tapak selebriti/ Sedangkan nama Harvard, diambil dari mimpinya menyekolahkan anak-anaknya ke universitas terkenal di Amrik itu," papar anggota dewan penasehat klub Lambretta Indonesia yang juga pengusaha properti. (www.motorplus-online.com)