Lanay Jaya Racing School (LJRS) punya visi ke depan yang realistis. LJRS diharapkan jadi sekolah balap yang mengangkat putra daerah bisa diperhitungkan di balapan nasional.
Tahun ini jadi gelombang pertama, LJRS menerima siswa. Sekitar 60 siswa asli dari Kutai Barat yang mendaftar LJRS.
“Awalnya kerja sama dengan Pemkab Kutai Barat. Ke-60 siswa itu enggak bayar. 60 siswa dibagi tiga gelombang. Masing-masing gelombang 20 siswa. Lamanya waktu belajar tiap gelombang dua minggu,” kata Ekti Imanuel, pemilik LJRS, yang juga asli Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Memang, LJRS jadi sekolah balap yang jauh dari keramaian kota. Sirkuit dan asrama jadi satu area di Jl. Mapan-Lingkar Bigung, Kutai Barat, Kaltim. Luas area kawasan sirkuit 10 hektar. Panjang sirkuit 1,3 km. Ada juga lahan untuk berlatih grasstrack.
Dari Samarinda, kota provinsi Kalimantan Timur, butuh perjalanan darat 12 jam ke Kutai Barat. Tapi, jarak tempuh bisa dipangkas jauh dengan naik pesawat jadi 30 menit dari bandara Balikpapan.
Meski begitu, LJRS jadi sekolah balap road race yang pertama punya fasilitas sirkuit permanen. Di area trek menyatu dengan mess siswa dan ruangan gym.
Tahun depan LJRS baru masuk ke tahap profesional alias siswa yang mendaftar dikenakan biaya. “Sudah ada 20 yang mau daftar. Rata-rata dari Kutai Barat. Tujuan saya bisa tercapai untuk memberikan kesempatan pembalap lokal memperkenalkan balap lewat sekolah,” urai Ekti yang juga owner tim Lanay Jaya Racing Team.
LJRS dilatih langsung Rafid Poppy Sugiarto, yang pernah mencicipi dua kali juara nasional Underbone 115 cc. “Materinya lebih banyak langsung latihan di sirkuit. Dasar latihan balap butuh kelihaian saat balapan. Artinya, teknik dan skill balap dulu penekanannya setelah itu baru fisik sebagai pendukung,” urai kakak kandung dari rider Moto2, Rafid Topan Sucipto.
Dalam sehari program LJRS 5-6 jam langsung latihan di sirkuit. Satu sampai 2 jam latihan fisik.
“Motor road race disediakan 8 unit. Untuk latihan grasstrack ada 5 unit motor. Jangan lupa selama siswa wajib tinggal di mess. Jam 6 sore siswa enggak bisa keluar mess karena gerbang sirkuit sudah saya kunci. Jadi bersiap diri untuk disiplin ketat,” kata Poppy.
Hasil dari pengamatan Poppy dari siswa gelombang awal, rider lokal bisa diangkat. “Fisik mereka bagus. Sema- ngatnya pun tinggi. Target saya dalam 10 hari bagaimana siswa sudah punya kemampuan dan mental yang sanggup tempur di balapan sesungguhnya,” tutup Poppy.
Pastinya sirkuit permanen yang ada di Indonesia juga bisa bikin seperti LJRS. Asal ada keseriusan. (www.motorplus-online.com)