Albronze dan beryllium diklaim mampu mentransfer atau melepas panas lebih baik ketimbang bahan besi yang biasa dipakai pada sitting dan bos klep bawaan motor. Paling bagus tentunya beryllium yang konon teknologinya diambil dari mobil F1 dan MotoGP.
“Beryllium punya kemampuan mentransfer panas 7 kali lebih baik dari besi. Sehingga membuat suhu ruang bakar tidak mudah overheat,” jelas Tomy Huang, bos Bintang Racing Team (BRT) yang bermarkas di Cibinong, Jawa Barat.
Lantaran tahan dan cepat menyalurkan panas, keuntungan yang diberikan membuat kompresi lebih stabil. “Struktur material albronze maupun beryllium juga sedikit lebih lunak dari besi, sehingga resiko klep bocor dari sitting sangat rendah,” timpal Ugi, punggawa bengkel racing dan spesialis bubut FoutyOne Motorsport (FOM) di Jl. Tole Iskandar, Depok Timur.
Bahkan ketika diaplikasi sebagai bos klep, lanjut Ugi, dengan clearance yang tepat, “Tanpa pakai sil klep pun oli tidak mudah merembes ke ruang bakar. Saya sudah pernah coba,” akunya. Makanya, hingga kini kedua bahan tersebut selalu diandalkan para mekanik balap pada mesin pacuan korekan mereka.
Bahkan, di motor liaran maupun pemakaian harian tak jarang diaplikasi pula. Namun, belakangan muncul desas-desus, kalau pakai bahan tersebut untuk sitting klep di motor harian, pemilik motor bakal rajin ke bengkel buat skir klep.
Pasalnya jarak atau pemakaiannya lebih lama dibanding di arena balapan, ditambah material albronze atau beryllium lebih lunak dari besi, membuat strukturnya mudah berubah ketika didera panas dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga efeknya, kompresi jadi bocor.
“Tergantung proses awal pemasangannya. Jika dipasang pakai metode pemuaian sesak atau dipress, ada kemungkinan posisi sitting tidak center. Sehingga ketika ditempa klep, apalagi kalau pakai per klepnya keras, lama-lama posisi sitting berubah,” tukas Tomy.
Masih kata ayah 2 anak ini, makanya untuk pemasangan sitting, BRT menggunakan teknik cryo tech. Yakni, sitting klep terlebih dulu didinginkan hingga minus 200º celcius sampai strukturnya mengkerut. Trus, tinggal dimasukkan ke dalam lubang dudukan yang telah dibuat tanpa perlu dipress lagi.
“Ketika dipanaskan, sitting kembali melebar dan mencengkram kuat dudukannya. Dengan teknik ini, diameter lubang dudukan sitting bisa diset 0,5 mikron lebih kecil dari diameter luar sitting. Kalau pakai teknik pemuaian sesak, biasanya sampai 1 mikron lebih. Makanya suka gak presisi ketika dipress,” jelas Tomy
“Kalau setahu saya, jarang yang sampai bocor kompresi jika pemasangannya benar. Umumnya hanya derajat sitting yang 45º saja yang ngejeber (melar, red). Dan efeknya cuma menggangu flow gas saja,” imbuh Ugi.
Makanya, di arena balap, usai race mesin biasanya langsung dibongkar untuk sekalian cek kondisi derajat sittingnya. “Jika tampak melar, langsung dikerik lagi pakai alat kerik khusus dengan derajat tertentu,” ungkap Ugi.
Tapi memang, Ugi mengakui kalau belakangan ini untuk penggunaan harian, “Konsumen lebih memilih pakai sitting copotan dari motor lain. Alasannya sih, biar gak sering-sering ke bengkel,” tutupnya. (www.motorplus-online.com)