Inilah kuncinya ayah dan ibu atau mama dan papa saat anak memilih balapan sebagai tujuan hidup. Memang, tidak sedikit ortu yang menjadikan anak sebagai komoditas balap. Mereka dukung darah dagingnya balapan, agar bisa membantu keuangan keluarga. Kalau ini terjadi, yakinlah si anak tidak akan pernah bisa melangkah ke jenjang yang paling tinggi.
Sebelumnya perlu dipahami, sebenarnya orientasi seperti itu tidak benar. Meski nyatanya memang dunia balap juga bisa menghasilkan duit, tapi jika menjadikan itu sebagai komoditas, akan berimbas buruk pada pembibitan.
Nantinya para orang tua bakal me-nganggap program pembibitan pembalap menuju ke level lebih tinggi, bukan tujuan utama. Yang penting bisa menghasilkan uang. Enggak perlu balapan sampai level Asia atau dunia.
Kalau sudah begini, kita tidak bisa menyalahkan promotor, atau pemilik tim yang biasanya memberikan iming-iming duit besar. Peran orang tua tetap paling utama. Lantaran merekalah yang bisa berinteraksi setiap hari mengawal perilaku, hingga mengarahkan sang anak.
Ambil contoh beberapa pembalap dunia, seperti Valentino Rossi, Casey Stoner, dan Jorge Lorenzo. “Semua sudah jual harta yang dimiliki orang tua di Australia. Tujuannya demi saya. Memang, orang tua saya tidak menuntut untuk diganti. Mereka cuma bilang semua ini demi saya,” buka Casey.
Dalam buku My Story So Far Lorenzo menceritakan bagaimana ia dididik ayahnya jadi pembalap tangguh. Ia mencap ayahnya yang sangat ambisius agar sang anak jadi juara dunia balap motor paling bergengsi. Hasilnya bisa terlihat, pembalap berjuluk 'Por Fuera' itu bisa memboyong titel Juara Dunia MotoGP dua kali, 2010 dan 2012.
“Ayahku sangat obsesif. Ia melakukan segalanya dengan metode berbeda, khususnya untuk karir balapku. Bagiku ia seperti Tuhan. Ia bukan ayah terbaik yang bisa menunjukkan kasih sayang sebagai orang tua. Tapi, pengorbanannya untuk talenta terbaikku rasanya hanya sedikit ayah yang bisa sepertinya,” klaim Lorenzo.
Begitu juga cerita Marry Spies, ibu dari Ben Spies. “Demi balapan lokal Amerika, saya mesti kerja dua kali dalam sehari. Alangkah bahagianya setelah di menginjak balapan MotoGP. Itu cukup bagi saya bikin bahagia,” tutup Marry.
Patut ditiru! (www.motorplus-online.com)