Seri ke-4 kejurnas Motoprix region 1 yang berlangsung di sirkuit Kandi, Sawahlunto, Sumatera Barat, Minggu (20/4), dihiasi cuaca yang sangat panas. Panasnya sangat berbeda dibandingkan lokasi lain. Makanya, menjadi tantangan tersendiri bagi pembalap maupun mekanik.
"Panasnya sirkuit Kandi datang dari atas dan bawah. Sebelumnya sirkuit ini tambang batu bara. Makanya, selain panas dari matahari, panasnya juga datang dari bawah karena masih ada sisa-sisa batu bara," ucap Irwan Afriadi, Ketua Pengprof IMI Sumatera Barat.
Untuk pembalap, tentu kondisi panas seperti ini menjadi ujian. Fisik pembalap dituntut prima agar bisa terus tampil konsisten di setiap lapnya. Apalagi, sirkuit Kandi menawarkan karakter rolling speed panjang yang menuntut pembalap terus fokus di setiap sisi lintasan.
"Kalau fisik lemah bisa tertinggal jauh balap di cuaca seperti ini. Fisik habis, otomatis konsentrasi akan berkurang yang bikin racing line berantakan. Balap di sini posisinya rapat-rapat. Salah sedikit saja, sudah bisa ditebak hasilnya", wanti Tofani Wijaya, pembalap pemula dari tim Yamaha Yamalube Alfa Scorpi NHK 3DI TDR YONG JAYA FDR AHRS SSS.
Meski panas, mekanik tidak terlalu pusing untuk cari setingan yang pas di sirkuit ini. Pasalnya, sirkuit yang digunakan permanen. Mekanik bisa latihan untuk menyesuaikan setingan motor. Beda hal dengan sirkuit dadakan yang waktunya sangat terbatas.
Sirkuit Kandi merupakan satu-satunya sirkuit permanen yang ada di Sumatera Barat. Tahun-tahun sebelumnya sirkuit ini seperti mati suri. Jarang ada event balap digelar di sini karena dinilai terlalu jauh dari pusat kota. Namun, tahun ini Ali Yusuf, Spt yang baru menjabat Walikota Sawahlunto selama 9 bulan, kembali menarik event Motoprix ke sirkuit Kandi, Sawahlunto.
Meski kondisi sirkuit belum 100%, pembalap dan tim sangat menikmati tampil di sirkuit permanen ini. (www.motorplus-online.com)