Sampai sekarang masih banyak pelaku road race yang berharap kejurnas MotorPrix dikembalikan dengan balapan dua race. Jika alasannya pembibitan mengikuti balap internasional kayak MotoGP, satu race justru dianggap sebagian peserta MotorPrix kurang me-ngena.
“Di MP (MotorPrix, red) kan keba-nyakan pembalap baru dan masih muda-muda. Mental dan skill mereka belum matang. Startnya saja masih gerabak-gerubuk,” bilang Suhartanto ‘Kupret’, tunner asal Jakarta yang saat ini mena-ngani pacuan tim Honda Daya (Jabar) dan Honda Bostar Kita-kita (Medan).
Lanjut Kupret, mungkin untuk tim besar tidak begitu masalah. “Untuk tim kecil atau privater akan jadi masalah. Kalau setiap balap racernya jatuh dan gak bisa nerusin lomba lagi, lama-lama mereka jadi malas ikut MP,” imbuhnya.
Bahkan kalau dibilang untuk menghemat biaya balap pun dirasa enggak juga. “Penghematannya gak terlalu signifikan. Malah kru tim jadi lebih banyak bengongnya waktu balapan. Bagi kami yang hobi balap, kondisi itu justru gak nyaman,” bilang Abdul Malik, manager tim Yamaha Yamalube TJM Racing, Jakarta.
Menanggapi fenomena ini, pabrikan pun angkat bicara. “Memang biayanya lebih hemat, tapi tidak banyak kok. Sebenarnya balapan satu race oke-oke saja. Tapi, ada konsekuensinya. Di MotoGP, meski balapnya cuma satu race, tapi ada sesi latihan resminya yang dibuat terpisah. Terus waktu QTT-nya juga panjang. Ditambah jumlah lap saat lomba banyak. Serinya juga banyak,” bilang Anggono Iriawan, Manager Safety Rinding & Motor Sports PT Astra Honda Motor (AHM).
Sementara di MotorPrix, lanjut Anggono, karena latihan resmi digabung dengan QTT, ditambah biasanya suka ada supporting race, akibatnya sesi latihan jadi terbatas. “Ini yang kadang jadi kendala bagi para pemula untuk mengasah skil mereka sebelum balap. Kecuali jika sesi latihan dan QTT-nya dilamain,” tukasnya.
Ironisnya, “tidak setiap seri digelar di sirkuit permanen. Kalau semuanya pakai trek permanen, mungkin di luar balapan si pembalap bisa latihan sendiri di sirkuit itu. Nah, kalau sebagian seri pakai trek dadakan, kan gak mungkin dong mereka latihan di jalanan umum yang nantinya disulap jadi sirkuit dadakan,” sergah Malik.
“Kalau menurut saya, idealnya tetap dua race, khususnya kelas MP3, MP4, dan seterusnya. Karena bila mereka gagal di race satu, mereka masih punya kesempatan di race dua. Dengan begitu secara tak langsung mental mereka juga bisa ikut terbentuk,” bilang Anggono.
Berbeda dengan pihak Yamaha yang mendukung aturan satu race. Ini dibuktikan di Yamaha Cup Race (YCR) tahun ini. “Mengasah skill pembalap bukan cuma pas balapan. Dengan memperbanyak latihan di luar sesi balapan, saya yakin skill juga bisa terlatih,” ucap Supriyanto, Manager Technical Service & Motorsport PT Yamaha Indonesia Motor Manufactu-ring (YIMM).
Lanjut Supriyanto, persiapan sebelum mengikut lomba harus sudah dilakukan. “Jadi ketika race, mereka sudah lebih siap secara fisik maupun mental. Makanya, lamanya latihan dan QTT di YCR tahun ini diperpanjang karena kami menerapkan satu race,” tambahnya. (www.motorplus-online.com)