Namun ketika motor sudah di tangan dan iseng-iseng coba dilakukan uji dyno, beberapa pemiliknya kaget. “Power dan torsi maksimumnya beda dari RR Mono yang diuji MOTOR Plus. Punya kami lebih rendah 1,3 hp. Sedang torsinya lebih kecil 0,3 lb.ft (0,4 Nm). Padahal ngedynonya pakai mesin yang sama,” tukas Mario Ghani, salah satu pemilik RR Mono asal Cikupa, Tengerang.
Tercatat di mesin Dynojet 250i made in USA milik R9, max power RR Mono kelir merah punya Mario hanya 23,40 Hp di 9.800 rpm. Sementara unit test pabrikan yang diuji EM-Plus di tempat yang sama bisa raih 24,74 hp di putaran yang mirip-mirip. Torsinya cuma 14,33 lb.ft, sedang unit pabrikan 14,62 lb.ft.
Hal yang sama juga ditemukan Indrawan Djaya asal Jakarta. “Punya Pak Indrawan malah lebih parah. Ketika didyno, peak powernya hanya menunjukkan 24,36 hp/9.416 rpm pakai dyno kami (DynoMite buatan Amerika). Padahal RR Mono yang diuji EM-Plus waktu didyno ulang di sini juga, bisa tembus 26,63 hp/9.709 rpm,” beber Freddy A.Gautama, juragan bengkel Ultraspeed Racing (USR) di Jl. Panjang Alteri Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Sementara torsi puncaknya hanya terbaca 20,84 Nm/7.833 rpm. Beda 0,57 Nm lebih rendah dari RR Mono pabrikan Kawasaki yang diuji EM-Plus (21,41 Nm/8.093 rpm). “Sudah saya coba run berkali-kali di atas dyno, tapi tetap hasilnya sama saja. Makanya Pak Indrawan komplain ke dealer tempat ia beli dan akhirnya diganti unit lain,” tambah Freddy.
Tapi, ketika didyno lagi, unit pengganti tersebut, ternyata hasilnya tetap tidak sebaik yang diuji EM-Plus. “Power maksimumnya kali ini 25,05 hp/9.703 rpm. Masih lebih bagus dari sebelumnya (unit pertama), yakni cuma beda 1,58 hp (sebelumnya beda 1,79 hp). Tapi, tetap menimbulkan tanda tanya besar,” tukas Freddy.
Kok yang dijual di pasaran performanya bisa beda dari unit tes dari pabrikan? “Jangan-jangan unit tes tersebut masih asli Jepang. Sehingga komponen yang dipakai punya spek bagus. Sementara yang dijual di pasaran merupakan produksi Thailand,” prediksi Freddy. (www.motorplus-online.com)