Pihak Polda Daerah Metro Jaya sudah mengeluarkan statement akan menindak motor yang menggunakan knalpot bersuara berisik. Tidak perduli itu motor kecil maupun motor besar.
Hal itu merujuk pada Undang Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dan peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07/2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru. Ancamannya bagi pelanggar, yakni pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak sebesar Rp 250 ribu.
Dalam peraturan Menteri itu, tertera batas ambang kebisingan sepeda motor untuk motor berkapasitas 80 cc ke bawah adalah maksimal 85 desibel (db). Sedang 80 – 175 cc serta 175 cc ke atas maksimal 90 db.
“Aturan ini sudah diundangkan sejak 2009 melalui UU No. 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 58. Kami ingin menyampaikan bahwa Jakarta sudah terlalu banyak polusi. Jangan sampai ada penambahan polusi suara melalui knalpot yang tidak sesuai dengan standar pabrikan. Penegakkan ini agar Jakarta jadi lebih tertib,” ungkap AKBP Hindarsono Danial, Kasubdit Gakkum, Polda Metro Jaya.
Saat ditanya mengenai spesifikasi seperti apa knalpot yang dilarang, Jebolan Akpol 1997 ini menyebutkan dalam UU sudah disebutkan setiap yang berbeda dari standar pabri tentu dilarang. “Suara juga desain yang membahayakan. Ini tidak diperbolehkan,” jelas polisi yang menjalani dinas awal sebagai Kasat Reskrim di Polres Viqueque, Timor Timur dahulu.
Menjawab aturan ini, sebenarnya pabrikan atau industri knalpot sudah melakukan berbagai langkah. Malah beberapa merek sudah melebeli produknya dengan spesifikasi dari knalpot buatannya. Di antaranya adalah tingkat kebisingan dari knalpot itu seperti AHRS tipe silent untuk BeAT yang desibel levelnya diklaim hanya 89,1 dB .
“Kami yang tergabung dalam asosiasi produsen knalpot aftermarket sebenarnya bersedia mengikuti aturan yang dikeluarkan pemerintah. Bila aturannya mengenai batasan dB, kami sepakat siap mematuhi dengan mendesain knalpot yang suaranya sesuai dengan regulasi yang diterapkan,” ujar H. Asep Hendro, punggawa AHRS selaku pemegan merek knalpot AHRS.
Asalkan, lanjut Juragan sapaan akrabnya, aturan dan penerapannya di lapangan jelas dan tidak mendiskriminasi produk aftermarket. Karena kalau knalpot selain standar tidak diperbolehkan, artinya sama saja semua produk saluran gas buang aftermarket tidak boleh jualan lagi. Produsen knalpot aftermarket dan penjual bakal banyak yang gulung tikar.
“Efeknya, banyak pengangguran di mana-mana. Karena tidak sedikit orang yang bergantung pada bisnis knalpot ini. Harapan kami, bisa duduk bersama semua pihak yang terkait untuk membicarakan masalah ini dan mencari solusinya. Kami bersedia kok produk kami diikutkan dalam uji tipe untuk mendapatkan sertifikasi agar bisa layak dipakai di jalan sesuai aturan,” imbuh Juragan lebih lanjut.
Betul! Mestinya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan seperti produsen knalpot bisa duduk bareng agar persoalan ini tidak berlarut-larut. (www.motorplus-online.com)
KOMENTAR