
Tetapi, itu untuk step berikutnya ya. Sekarang kita coba optimalkan dulu sistem pendukung yang ada di mesin, yakni penerus daya. Fokusnya di sistem CVT. Tujuannya mendapatkan akselerasi motor yang lebih cepat mulai dari putaran rendah hingga atas. Sehingga enak buat stop and go di perkotaan maupun riding di daerah perbukitan.
Oh iya! Ubahan yang sudah diterapkan di edisi lalu, yakni ECU diganti pakai stand alone BRT Juken 2 dan knalpot Nob1 Neo Silent masih kami aplikasi. Penggantian kedua komponen bolt on tersebut saat didyno di atas Mesin Dynojet 250i buatan Amerika milik BRT, berhasil membukukan power maksimum 7,33 hp di 8.100 rpm. Sedang torsi puncaknya 5,60 lb.ft (7,59 Nm) di 6.650 rpm.
Sementara di atas mesin DynoMite yang juga buatan Amerika milik Ultraspeed Racing (USR) di Jl. Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tercatat tenaga maksimum sekitar 7,9 hp (selisih 0,5 hp lebih) di putaran yang mirip-mirip. Sementara torsi maksimumnya 8 Nm di 6.500 rpm.

Mula-mula Em-Plus coba ganti roller pakai yang lebih ringan 3 gram dari bawaan Scoopy Fi (standar 13 gram). Produk yang dipilih, yakni KTC ukuran 10 gr rata. Tujuannya agar variable bukaan puli primer lebih slowly, sehingga rasio antara puli primer dan skunder tidak langsung berat begitu gas dipelintir.
Namun untuk mengimbanginya, per CVT sebaiknya pakai yang agak keras sedikit. “Kalau tidak salah, standarnya Scoopy atau BeAT biasanya sekitar 800 rpm. Untuk upgrade harian tanpa bore up enaknya pakai yang 1.000 rpm,” saran Opi, mekanik USR.

Hasilnya ketika didyno ulang, tenaga maksimum berhasil terkoreksi jadi 8,410 hp di 7.163 rpm. Sedang torsinya jadi 8,671 di putaran 6.902 rpm. Tetapi hasil tersebut diraih setelah settingan ECU BRT Juken 2 diubah di beberapa titik rpm. Lumayan dong bisa nambah 0,5 hp lagi? (www.motorplus-online.com)