Prestasi tersebut tak lepas dari setting suspensi yang tepat untuk melibas trek gokart yang banyak dihiasi tikungan dengan kontruksi camber. “Power nomor dua di sirkuit yang banyak camber seperti ini (Sentul kecil, red). Suspensi paling besar peranannya. Bisa 40% : 60 % (power : suspensi),” beber Reynaldy Pradana, racer tim Kawahara Racing KYT asal Banten yang sukses finish terdepan di MP1.
Dadang Suhendar, kepala mekanik tim Honda GCX Kawahara NHK Jakarta juga sepakat. “Terutama peran sokbreker belakang. Karena tugasnya sangat pen-ting untuk meredam power mesin. Salah setting sedikit aja, lari motor bakal liar atau gak bisa cepat keluar tikungan,” ujarnya.
“Mending kalau cuma liar, ngejomplang malah bisa. Apalagi kalau power mesinnya gede,” timpal Wawan Hermawan, pembalap nasional Astra Racing Team (ART) Jakarta yang ikut menyaksikan jalannya lomba.
Makanya untuk peranti yang satu ini, semua tim ogah kompromi. Masing-masing mengandalkan produk yang dianggap mampu mengakomodasi power mesin dan karakter pembalap. Gak heran bila MotoPrix tahun ini jadi ajang perang suspensi belakang.
Dari pantauan Em-Plus, kebanyakan tim yang mengandalkan motor Honda mengaplikasi sok belakang keluaran Ohlins. Harganya Rp 15 jutaan.
“Dari beberapa sok yang pernah saya coba, produk ini yang pas dengan saya. Nyetingnya juga gampang,” aku Rere, sapaan akrab Reynaldy.
Ada pula andalkan Showa. “Sudah dua tahun ini pakai Showa. Sebenarnya masalah suspensi, gue selalu tekankan pada pembalap, jangan dilihat dari tampilan. Tapi, apa yang dirasakan saat di trek. Alhamdulillah pembalap gue pada cocok pakai produk ini. Apalagi, Showa selalu improve sesuai masukan dari kami,” bilang Ahmad Jayadi, bos tim Daya Honda Jayadi KYT Showa Pikoli.
Sementara Yamaha rata-rata menggunakan produk YSS yang harganya Rp 13 jutaan. “Uniknya Agus (Agus Setiawan, red) dia pakai yang tipe lama. Lebih gampang cari settingan untuk reboundnya,” ujar Waskito ‘Merit’ Ngubaini, Kepala Mekanik Yamaha Yamalube NHK FDR AHRS SSS Creampie MRT.