Proses pertama yakni preflash atau reduksi alias menghilangkan kadar air yang ada di alam oli. “Dalam oli bekas banyak terkandung air dan additif. Baik itu yang berupa logam maupun non logam,” pasti Dr. Ir. Tri Yus lebih lanjut.
Dengan proses destilasi bertingkat maka kandungan gas yang terdapat di dalam oli bekas dihilangkan. “Lalu proses berikut HDF atau hydrofinishing sehingga menghasilkan base oil. Bahasa sederhananya semua kandungan selain base oil yang terdiri dari aditif dan air serta gram dihilangkan,” tegas Tri Yus lagi.
Antara base oil hasil daur ulang dan virgin base oil (VBO) atau base oil dari perut bumi berbeda panjang rantai hidrocarbon (HC). “Yang daur ulang lebih pendek HC-nya dari VBO,” katanya.
Efek dari HC yang pendek, titik didihnya menjadi lebih rendah sehingga akan lebih mudah menguap. “Namun, sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir. Sebab, base oil hasil daur ulang dalam sebuah pelumas juga tidak besar. Umumnya dicampur dengan VBO. Persentasenya sekitar 70:30. Base oil daur ulang hanya 30 persen. Jadi, kualitas yang dihasilkan oleh pelumas dari recycle tetap aman untuk digunakan,” yakin dosen yang berkantor di Jl. Ganesha, No. 10, Bandung itu.
Selain itu juga, penggunaan oli daur ulang ini masih dalam rangka menjaga kelestarian alam. Diyakini lebih green alias ramah lingkungan. (www.motorplus-online.com)
KOMENTAR