Kejadiannya di kawasan jalan Kebon Sirih Jakarta, dimana saat itu ada koalisi pejalan kaki di trotoar.
Di saat bersamaan ada dua pengendara motor yang naik motor di atas jalan trotoar, sontak mereka berdua langsung marah ketika ditegur oleh gerombolan koalisi pejalan kaki.
Menurut informasi di Instagram @thenewbikingregetan, tim koalisi pejalan kaki sudah menyarankan berkendara di jalan bukan di trotoar karena trotoar adalah hak pejalan kaki.
(BACA JUGA : Video Tabrakan Motovlogger. Hati-Hati Rekam Momen Saat Berkendara)
Memang benar, akhir-akhir ini justru trotoar dijadikan jalan dan tempat parkir motor.
Di Surabaya sampai ada tim pinky trail dari satpol PP Surabaya untuk menindak premotor yang ada di trotoar.
Seharusnya di semua daerah ada tim khusus untuk menindak premotor masuk ke area trotoar tuh.
Balik lagi ke kasus Kebon Sirih, ironisnya lagi. Kedua pemotor yang disarankan oleh koalisi tidak terima akan hal tersebut.
Hingga ada debat argumen yang menyatakan, berkendara ya dijalan raya. Macet ya resiko, jika tidak mau macet ya jalan kaki.
Sudah seharusnya penegak hukum turun tangan akan hal ini, dan itu sudah ada di Undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).
Penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung (termasuk trotoar) di atas diselenggarakan oleh pihak pemerintah bergantung pada jenis jalan tempat trotoar itu dibangun [Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ].
Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ.
Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.
Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:
1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau
2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ). (www.motorplus-online.com)
Source | : | MOTOR Plus |
Penulis | : | Candra |
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR