MOTOR Plus-online.com - Motor yang digunakan untuk balap MotoGP adalah motor prototipe yang semua partnya dibuat untuk kebutuhan balap.
Jangan heran kalau banyak part dan cara pemakaiannya yang berbeda dibandingkan motor biasa yang dipakai harian.
Salah satunya, cara mengoper gigi di motor MotoGP rata-rata berbeda dibandingkan motor sport yang ada di jalan.
Di MotoGP, teknologi ini dikasih nama reverse shifting.
Reverse shifting membuat pergantian gir di motor MotoGP berbalik dari motor jalanan.
(BACA JUGA : Valentino Rossi Sebut Maverick Vinales Biang Keladi Jeleknya Motor Yamaha 2017)
Pada motor jalan raya yang sering kita jumpai pergantian gigi pertama dengan menekan pedal ke arah bawah, sedangkan gigi berikutnya dicongkel ke atas (single pedal) atau di injak pakai tumit (double peda).
Artinya, saat motor sudah mulai berjalan, bikers rata-rata mencongkel pedal untuk menaikan gigi dan menginjak pedal untuk menurunkan gigi.
Nah di MotoGP berbeda, saat motor sudah berjalan mereka menginjak pedal untuk menaikan gigi dan mencongkel pedal untuk menurunkan gigi.
Biar enggak gagal paham brother bisa lihat pada video yang memperlihatkan aksi Danilo Petrucci.
Sergio Verbena, kepala kru dari NGM Mobile Forward Racing Moto2 menjelaskan hal itu.
(BACA JUGA : Punya Spek Dewa, Ternyata Harga Rantai Motor MotoGP Murah Banget)
Sergio Verbena mengatakan hal itu karena pembalap juga membutuhkan penggantian gigi saat berada di tikungan.
Akan lebih mudah untuk menaikkan gir dengan menginjak pedal dibandingkan mencongkel pedal saat motor keluar dari tikungan dalam posisi belum tegak.
Sebenarnya cara ini juga banyak dipakai pembalap lokal.
Engga perlu teknologi khusus buat menerapkannya, tinggal putar saja tuas yang menempel di batang persneling.
Tujuan pembalap lokal memutar posisi perpindahan gigi juga sama.
Rata-rata ingin perpindahan gigi saat akselerasi lebih cepat dan tidak gampang miss.
Cara paling gampang untuk lakukannya adalah dengan menginjak dibandingkan congkel.
Penulis | : | Mohammad Nurul Hidayah |
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR