MOTOR Plus-Online.com - Knalpot racing untuk beberapa orang dianggap bising.
Ada kawasan pemukiman warga yang melarang motor yang pakai knalpot racing melintas.
Salah satunya Depok di RW001, Kelurahan Jatijajar menolak rmotor dengan knalpot modifikasi melintas di daerahnya.
Warga kemudian membuat spanduk bertuliskan "Kami warga RW 001 Jatijajar ingin kedamaian dan ketenangan. Oleh karena itu, kami melarang motor yang menggunakan knalpot tidak standar berisik atau bobokan memasuki wilayah kami sesuai Undang-undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009".
(BACA JUGA: Waduh! Sempat Ditolak Dealer Beberapa Kali, Amin Andrianto Akhirnya Punya Kawasaki H2 Carbon)
"Pokoknya kalau ada motor suaranya bising lewat sini, mesinnya harus dimatikan. Kalau enggak suruh muter balik lagi," kata Kasiman, seorang warga RW 001 kepada Kompas.com, Selasa (20/2/2018).
Menurut Kasiman, peraturan tersebut diberlakukan berdasarkan hasil musyawarah warga untuk menciptakan kenyamanan di lingkungan RW 001.
"Warga sepakat knalpot bising enggak boleh masuk ke wilayah RW 001," ucapnya.
Topan yang juga warga RW 001 mengaku akan mengganti knalpot motornya dengan knalpot standar pabrikan untuk menghindari suara bising.
"Mau enggak mau diganti (knalpot), daripada dorong motor sampai rumah," kata Topan.
Lurah Jatijajar Sugino mengatakan, peraturan tersebut dibuat warga dari hasil musyawarah yang dilakukan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, peraturan tersebut cukup efektif menciptakan kenyamanan suatu daerah.
"Laporannya, sejak aturan itu diberlakukan, sudah enggak ada lagi knalpot bising lewat, lebih adem ayem kata warga," ucapnya.
Menurut Sugino, peraturan tersebut diharapkan dapat dilakukan juga oleh warga RW lainnya yang terdapat di Kelurahan Jatijajar.
"Di Jatijajar ada 14 RW dan 95 RT, diharapkan bisa menerapkan peraturan seperti itu untuk kenyamanan lingkungan," kata Sugino.
Artikel sudah ditayangkan Kompas.com dengan judul "Warga Sepakat Knalpot Bising Tak Boleh Masuk RW 001"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Niko Fiandri |
Editor | : | Niko Fiandri |
KOMENTAR