MOTOR Plus-online.com - Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia (PP IMI) mengeluarkan selebaran mengenai penerapan lisensi entrant di balap nasional.
Peraturan ini membuat tim harus mengeluarkan biaya tambahan untuk lisensi jika ingin nama tim dan sponsor terdaftar di daftar peserta dan hasil lomba.
Jika lisensi tidak dibayarkan maka hanya akan dicantumkan nama peserta/pembalap saja di daftar peserta ataupun hasil lomba.
Sambil menunggu konfirmasi PP IMI, sumber MOTOR Plus menyebutkan biaya pendaftaran buat lisensi entrant ini.
(BACA JUGA : Waduh.. Balapan Nasional Tambah Mahal Gara-gara Peraturan Ini
Untuk pendaftaran lisensi nama tim tanpa nama produk setiap tim dikenakan biaya Rp 1,5 juta per tahun.
Jika ingin menambahkan nama produk maka biaya lisensinya lebih mahal yakni Rp 6 juta per tahun.
Peraturan baru ini dikeluarkan langsung Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia (PP IMI).
Dalam surat selebaran dengan Nomor 347/IMI/B/III/2018 dibahas tentang fungsi Lisensi Entrant.
Isi surat ini mengacu pada Peraturan Olahraga Kendaraan Bermotor (PNOKB) IMI 2018.
(BACA JUGA : Seri Perdana Kejurnas MotorPrix Region 2 2018 Digelar Akhir Pekan Ini)
Dalam peraturan ini tertulis peraturan tentang entrant/pendaftar dan juga lisensi entrant.
Lalu apa yang bikin balapan nasional tambah mahal dari peraturan itu.
Singkatnya, di peraturan itu tim yang ikut di balap nasional diwajibkan mendaftarkan lisensi entrant.
Ini berkaitan dengan nama tim dan nama sponsor yang menempel langsung pada tim.
(BACA JUGA : Diajak Balapan Sama Cal Crutchlow, Juara Dunia F1 Cuma Bisa Angkat Tangan)
Jika tidak membayarkan lisensi entrant, maka nama tim dan sponsor tidak akan dicantumkan dalam daftar peserta dan hasil perlombaan.
Padahal, pencantuman nama tim dan sponsor di hasil lomba sangat dibutuhkan tim balap untuk publikasi dan laporan ke sponsor.
Kalaupun harus mendaftarkan lisensi entrant berarti tim balap harus mengeluarkan dana tambahan.
Itu yang bikin balapan nasional jadi tambah mahal.
Penulis | : | Mohammad Nurul Hidayah |
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR