MOTOR Plus-online.com - Debt collector atau mata elang sudah terlanjur negatif di mata masyarakat.
Gerombolan lelaki berbadan tegap ini memang bertugas mengawasi pemilik motor baru yang menunggak cicilan.
Menangkap dan merampas motor beberapa kali dilakukan debt collector.
Karena pekerjaannya seperti itu, makanya debt collector selalu berurusan dengan polisi.
Baca Juga: Pemotor Kena Pungli di Cirebon, Begini Aturan Resmi Melaporkan Oknum Polisi yang Lakukan Pungli
Baca Juga: Jalur Cirebon Geger, Oknum Polisi Berjejer di Pinggir Jalan, Pakai Jurus Aturan Aneh
Pengakuan mengejutkan keluar dari mantan pebulutangkis nasional, Richard Mainaky.
Jalan hiduplah yang akhirnya membawa Richard Mainaky tidak bekerja sebagai penagih utang (debt collector) dan justru menjadi pelatih bertangan dingin yang menghasilkan banyak juara.
Richard beruntung lahir dari keluarga Mainaky. Keluarga asal Ternate ini memang penghasil pemain bulu tangkis nasional, seperti Richard, Rexy, Reony, Marleve, yang semuanya pernah menjadi penghuni Pelatnas Cipayung.
Namun, ketika kariernya sebagai pemain berakhir, Richard mengaku berada di persimpangan jalan. Ia tidak tahu harus ke mana karena sejak kecil hidupnya dihabiskan di lapangan bulu tangkis.
Baca Juga: Video Girangnya Jorge Lorenzo Rayakan Kemenangan di MotoGP Italia 2018, Bisa Diulang Tahun Ini?
"Saya sempat beniat menjadi debt collector, apalagi pada dasarnya saya ini orangnya memang temparamental, suka berkelahi," kata Richard dalam acara pemberian bonus kepada juara All England 2016 dari Djarum Fondation di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam kondisi galau itulah, ia mendapat masukan dari pelatih senior Pelatnas Cipayung saat itu, Christian Hadinata.
"Koh Chris bilang ke saya, 'Sudah tempat kamu itu di sini, menjadi pelatih. Kamu punya talenta untuk itu', kata koh Chris," kenang Richard.
Richard pun mengaku ia memang memiliki insting untuk melihat kemampuan seorang pemain.
Baca Juga: Kawasan Tebet Mendadak Macet, Driver Ojek Online Bagikan Makanan dan Minuman Gratis Buat Buka Puasa
Mata jeli pelatih Richard Mainaky kembali membuahkan pasangan ganda campuran andal, Praveen Jordan/Debby Susanto. Di bawah didikan tangan dingin Richard, Praveen/Debby akhirnya memetik hasil kerja keras mereka selama ini lewat gelar juara All England Superseries Premier 2016.
Sebelumnya, Richard sudah menelurkan ganda campuran kelas dunia seperti Tri Kusharjanto/Minarti Timur, Flandy Limpele/Vita Marissa, Nova Widianto/Liliyana Natsir, serta Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Debby sudah lebih dulu menghuni Pelatnas Cipayung dan menjadi anak didik Richard sejak ia masih berpasangan dengan Muhammad Rijal.
Bersama Rijal, Debby berhasil meraih medali emas SEA Games Myanmar 2013.
Baca Juga: Debt Collector Tebar Ancaman dan Intimidasi, Hotman Paris Pernah Minta Bantuan Polisi
Sementara itu, perjalanan Praveen menjadi bagian tim nasional cukup berliku. Meskipun sempat mendulang medali perunggu ganda campuran yang di ajang Asia Junior Championships 2011 bersama Tiara Rosalia Nuraidah, Praveen belum dilirik pelatnas.
Ia pun berkonsentrasi di nomor ganda putra. Praveen mulai bersinar kala ia berpasangan dengan pemain senior Vita Marissa.
Dia mampu bersaing dengan ganda campuran papan atas, termasuk mengalahkan pasangan terbaik Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Potensi Praveen ternyata sudah dipantau oleh Richard. Pelatih asal Ternate ini kemudian menghubungi pelatih Praven di PB Djarum, yaitu Sigit Budiarto.
Baca Juga: Video Debt Collector Berulah Rampas Motor di Jalan, Warga Ngamuk dan Kepung Kantor Leasing
"Waktu itu saya bilang sama pelatihnya Praveen, sepertinya dia cocok main di ganda campuran. Coba tolong dibenahi dulu setahun lagi. Praveen ini terlalu nyentrik untuk langsung masuk pelatnas. Kita harus sabar-sabar menghadapi dia. Tetapi, biasanya pemain yang punya keistimewaan memang kepribadiannya agak nyentrik," tutur Richard dalam acara pemberian bonus kepada juara All England 2016 dari Djarum Fondation.
"Ternyata Praveen banyak kemajuannya dalam setahun itu, jadi langsung saya tarik ke pelatnas," tambah Richard. Sementara itu, di mata Richard, di balik berbagai kekurangan seperti postur yang mungil, Debby mampu membuktikan dirinya layak diperhitungkan.
"Debby itu pekerja keras, dia rajin, disiplin, dan tidak pernah mengeluh. Dari sinilah bakat itu muncul. Saya sering bilang sama dia, kalau Debby tekun dan ikuti instruksi pelatih, pasti bisa," ucap Richard seperti dikutip badmintonindonesia.
"Beda Jordan dan Debby dalam hal latihan itu ibarat adanya second-wind. Jordan kadang butuh second-wind untuk memotivasi dirinya lagi saat latihan. Sementara itu, dengan Debby, pelatih butuh second-wind karena dia itu tidak ada capeknya.
Baca Juga: Wuih, Ada 918 Motor Diberangkatkan Dalam Angkutan Motor Gratis Untuk Mudik Lebaran 2019
Dikasih porsi latihan apa saja dilahap." Debby sendiri mengaku merasa lebih tenang bermain apabila didampingi Richard di pinggir lapangan. "Kalau ada Kak Richard, rasanya lebih pede."
Di final All England yang lalu, Richard berhalangan mendampingi anak didiknya karena harus mendampingi anak tunggalnya, Maria Natalia Kartika Mainaky (19), yang terbaring di rumah sakit. "Anak saya terkena semacam virus flu Singapura yang menimbulkan luka di tangan maupun rongga mulutnya," kata Richard.
Sembari mendampingi anaknya, Richard juga memberi masukan dengan melihat siaran langsung final All England. Di partai final, dengan melihat posisi berdiri Kristinna Pedersen, Richard langsung tahu pemain putri Denmark tersebut kehilangan kepercayaan diri.
"Hal inilah yang saya minta untuk disampaikan ke Debby dan Jordan di lapangan," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Richard Pernah Ingin Jadi "Debt Collector"",
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR