MOTOR Plus-online.com - Dengan alasan mempersingkat waktu dan menghindari macet, pemotor masih banyak yang nekat melintas di Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kasablanka, Jaksel.
Padahal polisi sudah berkali-kali menghimbau agar pemotor jangan melintas.
Di samping itu, di ujung jalan terdapat rambu larangan untuk pemotor karena berbahaya.
Aturannya pun jelas tertuang dalam Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Baca Juga: Kecelakaan Fatal Yamaha NMAX Lawan Daihatsu Ayla, Pengendara Motor Terkapar Gak Bernyawa
Larangan itu tertuang pada Pasal 287 ayat 1 dan 2, dimana setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah, yang diisyaratkan oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas, bisa dipidana dengan kurungan dua bulan atau denda Rp 500.000.
Bukan hanya itu, Ayat 5 dari pasal yang sama juga memberikan hukuman maksimal dua bulan dan denda Rp 500.000, apabila setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan melanggar batas kecepatan paling tinggi maupun paling rendah.
Sepanjang JLNT Kampung Melayu – Tanah Abang terdapat rambu lalu lintas yang soal batas kecepatan maksimal, yaitu 40 kpj.
Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Budiyanto, menghimbau agar masyarakat lebih patuh lagi terhadap peraturan lalu lintas.
Baca Juga: Masih Banyak yang Bingung, Ini Tujuan Kendaraan Dikenakan Biaya Pajak Progresif
"Apalagi soal bahayanya, seharusnya berpikir ulang soal bahayanya. Angin di atas JLNT itu sangat besar, dan berbahaya untuk pengguna motor," ujar Budiyanto beberapa waktu lalu.
Menurut Budiyanto, setiap hari petugas polisi lalu lintas Polda Metro Jaya akan melakukan patroli dan penjagaan di ruas JLNT itu.
Harapan dia, tidak ada lagi pemotor yang nekat melintas, karena sadar aturan dan risikonya. "Perlu ada kesadaran yang begitu besar dari pemotor agar tidak mau lagi melintas di JLNT itu," tutupnya.
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR