MOTOR Plus-online.com - Berita duka! Pendiri Kompas Gramedia Group, Jakob Oetama, meninggal dunia hari ini, Rabu (9/9/2020).
Jakob Oetama tutup usia dalam usia 88 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta Pusat.
Berdasarkan laporan Kompas TV di lapangan, jenazah akan disemayamkan di Gedung Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta seperti dikutip dari KompasTV.
Jenazah Jacob Oetama akan dimakamkan di TMP Kalibata.
Jakob Oetama lahir di Desa Jowahan, 500 meter sebelah timur Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 27 September 1931.
Ia merupakan putra pertama dari 13 bersaudara.
Ayahnya bernama Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo seorang pensiunan guru Sekolah Rakyat di Sleman, Yogyakarta.
Sementara ibunya bernama Margaretha Kartonah.
Jakob Oetama dikenal sebagai salah satu pendiri Kompas Gramedia Group bersama dengan Petrus Kanisius (PK) Ojong.
Baca Juga: Breaking News! Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama Meninggal Dunia
Profil Jakob Oetama
Dikutip dari laman Wikipedia.org Dr. (HC) Jakob Oetama, adalah jurnalis senior Indonesia dan juga seorang taipan media; pendiri dan pemilik Kompas Gramedia Group, grup media terbesar di Indonesia.
Bersama P.K. Ojong, ia mendirikan Harian Kompas pada tahun 1965, salah satu surat kabar terkemuka di Indonesia.
Ia lahir di desa Borobudur, Magelang 27 September 1931.
Jakob Oetama berhasil mengelola surat kabar bersirkulasi nasional di tengah keadaan represif; menavigasi kebijakan harian Kompas di seluruh rezim otoriter Soeharto (1965–1998), yang terbilang menindas terhadap kebebasan pers dan media.
Kepribadiannya yang tenang, sederhana, sopan dan lembut tercermin dalam pendekatan jurnalistik dan sikap medianya.
Pendekatan jurnalistik yang disebut jurnalisme damai, dan berhasil membuka cakrawala baru pers yang sepenuhnya modern, akuntabel, bertanggung jawab, tidak partisan, dan memiliki perspektif jauh ke depan.
Bisnis medianya mencakup sedikitnya 50 publikasi, termasuk harian Kompas yang sangat dihormati.
Sementara perusahaan itu juga memiliki lebih dari 100 toko buku di seluruh Indonesia.
Dorongan terbaru ke dalam bisnis televisi, meluncurkan Kompas TV pada tahun 2011.
Minat Kompas di sektor properti, yang termasuk jaringan hotel Santika, saat ini berkonsentrasi pada ruang konvensi.
Pada 2013 Jakob Oetama terdaftar sebagai orang Indonesia terkaya ke-26, dengan kekayaan bersih senilai $ 1,3 Miliar.
Jakob Oetama adalah Presiden Direktur Grup Kompas Gramedia, anggota dewan pengurus Asosiasi Jurnalis Indonesia, penasihat konfederasi wartawan ASEAN.
Penerima penghargaan Mahaputra Utama dari pemerintah Indonesia pada tahun 1973, dan penerima Honoris Causa dalam komunikasi dari Universitas Gajah Mada pada 17 April 2003.
Jakob Oetama aktif sebagai peserta dalam debat dan dialog tentang isu-isu nasional dan pendukung seni yang hebat, dengan mendirikan galeri Bentara Budaya di Jakarta, Yogyakarta dan Bali.
Kehidupan Awal dan Pendidikan
Jakob Oetama lahir dari keluarga Jawa sederhana yang berlatar belakang Katolik, tinggal di sebuah desa dekat candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Jakob adalah putra seorang guru di Sleman, Yogyakarta. Orang tuanya mengarahkannya untuk menjadi pendeta atau guru, mengikuti jejak ayahnya. Jakob menyelesaikan pendidikan dasarnya di Yogyakarta, dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta (1951).
Pada awal karirnya, ia bekerja sebagai guru di SMP Mardiyuwana di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, dan kemudian ke SMP Van Lith di Jakarta.
Ia juga bekerja sebagai editor di mingguan Penabur di Jakarta.
Ia melanjutkan pendidikan mengajar jurusan pendidikan sejarah dan lulus pada tahun 1956.
Jakob kemudian melanjutkan studinya di pendidikan tinggi jurnalisme di Jakarta dan lulus pada tahun 1959, ia juga belajar di Universitas Gajah Mada jurusan jurnalisme dan lulus pada tahun 1961.
Karier
Karier jurnalistik Jakob dimulai ketika ia menjadi editor di mingguan Penabur pada tahun 1956.
Pada tahun 1963, ia mendirikan majalah Intisari dengan mitra bisnisnya dan juga sesama jurnalis, P.K. Ojong, yang terinspirasi oleh majalah Reader's Digest AS.
Dua tahun kemudian, pada 28 Juni 1965, juga dengan Ojong, Jacob mendirikan harian Kompas.
Sirkulasi harian Kompas tumbuh dari sirkulasi awal 4.800 eksemplar pada tahun 1965 menjadi sekitar 500 ribu pada tahun 2014.
Sejak tahun 1969, ia telah menjadi surat kabar berbahasa nasional terbesar di Indonesia.
Kompas mencapai puncaknya sirkulasi pada tahun 2004, ketika sirkulasi harian mencapai sekitar 530 ribu eksemplar, dan edisi Minggu, 610 ribu eksemplar.
Jumlah pembaca mencapai 2,25 juta. Pada tahun 2014 peredarannya mencapai 507 ribu, dengan 66% beredar di Jabodetabek.
Pada 1980-an, Kompas Gramedia Group sebagai holding company mulai tumbuh dan berkembang, terutama dalam bisnis komunikasi.
Saat ini, Kompas Gramedia Group memiliki sejumlah perusahaan di berbagai lini bisnis, mulai dari media, toko buku, percetakan, radio, hotel, penyelenggara acara, stasiun televisi, hingga lembaga pendidikan dan universitas.
Bersama dengan Jusuf Wanandi, Muhammad Chudori, Eric Samola, Fikri Jufri, Goenawan Mohamad, H. G. Rorimpandey dan Harmoko; Jakob Oetama juga mendirikan Jakarta Post, koran berbahasa Inggris Indonesia.
Pada hari ulang tahun Kompas yang ke-50 pada tanggal 28 Juni 2015, Jakob Oetama mengucapkan terima kasih atas berkah dari panjang umur media, menghargai kepercayaan, kontribusi dan dedikasi seluruh orang yang mendukung harian Kompas.
Dia juga menyatakan komitmen media untuk selalu menjadi cerminan sejati Indonesia dan tujuannya; sebuah masyarakat maju, tercerahkan, damai dan harmonis yang menghargai pluralisme, sebagaimana dirangkum dalam moto nasional Bhinneka Tunggal Ika.
Dia juga menyatakan bahwa tantangan saat ini untuk bisnis surat kabar konvensional adalah untuk bertahan dan berjuang di era multimedia, multichannel dan multiplatform di lingkungan media konvensional dan digital.
Biodata
Nama lengkap: Jakob Oetama
Tempat, tanggal lahir: Magelang, 27 September 1931
Pekerjaan: Direktur Utama dan Pendiri Harian Kompas
Source | : | TRIBUN TIMUR.COM |
Penulis | : | Joni Lono Mulia |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR