Seperti yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata, ada perjanjian atau kontrak yang berlaku bila melakukan kredit.
"Sebenarnya untuk kredit itu diawali oleh itikad baik dari semua pihak, dari kreditur atau debitur."
"Dari itikad baik itu apabila terdapat masalah dikemudian hari, misalnya ada wanprestasi dari pihak debitor."
"Lalu kreditur melakukan pemaksaan untuk mendapat angsurannya tepat waktu, itu harus ditinjau ulang perjanjiannya seperti apa," ujar Retno dalam program Kacamata Hukum Kredit Macet, Bolehkah Kendaraan Ditarik Paksa? bersama Tribunnews, Senin (31/8/2020).
Baca Juga: Makin Panas, Driver Ojol Curhat Masih Sering Dikejar-kejar Debt Collector, OJK Naik Pitam
Retno menuturkan, bila terjadi kendala dan menggunakan jasa debt collector, maka masyarakat harus memahami aturannya.
Sebab, penggunaan dept collector sendiri sudah diatur sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
Pengacara asal Solo ini menjelaskan, aturan tersebut mengatur debt collector tidak bisa memutuskan secara sepihak untuk menarik kendaraan.
"Secara fisik kendaraan itu dipegang masyarakat, apabila terjadi kemacetan itu masuk kategori wanprestasi."
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR