MOTOR Plus-online.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan naikkan harga BBM subsidi alias Pertalite dan Solar minggu depan, ekonom bereaksi bilang begini.
Rencana kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar makin nyaring terdengar.
Presiden Jokowi kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar minggu depan.
Rencana Presiden Jokowi menaikkan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar minggu depan dibeberkan Menteri Koodinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pada Jumat (19/8/2022).
Menurut pemerintah, harga BBM subsidi saat ini telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
Lalu bagaimana pendapat ekonom tentang rencana kenaikan harga BBM subsidi ini?
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, rencana kenaikan harga BBM subsidi harus dicermati dengan baik oleh pemerintah.
Bhima Yudhistira mempertanyakan, apakah masyarakat kurang mampu akan siap dengan kenaikan ini.
Baca Juga: Harga Pertalite Naik Jadi Rp 10 Ribu, Tetap Lebih Murah dari Negara ASEAN Lainnya?
Terlebih setelah inflasi bahan pangan menyentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022.
"Kenaikan harga BBM jenis subsidi terutama Pertalite tolong benar-benar dicermati baik-baik oleh pemerintah," ujar Bhima dikutip dari Kompas.com, Sabtu (20/8/2022).
"Apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap hadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan hampir sentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022," sambungnya.
Kata dia, masyarakat kelas menengah rentan terdampak rencana kenaikan harga BBM subsidi.
"Mungkin sebelumnya mereka kuat beli Pertamax, tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite, dan kalau harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah akan korbankan belanja lain," lanjut Bhima Yudhistira.
Ia mencontohkan, yang awalnya masyarakat memiliki rencana membeli rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga menyisihkan uang untuk memulai usaha baru, akhirnya uang yang dimiliki harus tergerus untuk membeli bensin.
Menurutnya, hal itu berimbas pada terpukulnya permintaan industri manufaktur, terganggunya serapan tenaga kerja, dan buyarnya target-target pemulihan ekonomi pemerintah.
"Jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase Stagflasi," sambungnya.
Baca Juga: Pengamat Ekonomi Jelaskan Dampak Buruk Jika Harga Pertalite Naik Jadi Rp 10.000 Per Liter
"Imbas nya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam," jelas dia.
Sepanjang Januari hingga Juli 2022, lanjut Bhima, serapan subsidi energi baru Rp 88,7 triliun, berdasarkan data APBN Kita.
Menurut dia, APBN sedang surplus Rp106,1 triliun atau 0,57 persen dari PDB diperiode Juli.
Artinya, pemerintah juga menikmati kenaikan harga minyak mentah untuk mendorong penerimaan negara.
"Kenapa surplus tadi tidak diprioritaskan untuk tambal subsidi energi? Jangan ada indikasi, pemerintah tidak mau pangkas secara signifikan anggaran yang tidak urgen dan korbankan subsidi energi," bebernya.
"Win-win solution-nya, pemerintah bisa lakukan revisi aturan untuk hentikan kebocoran Solar subsidi yang dinikmati industri skala besar. Misalnya, pertambangan dan perkebunan besar," ungkapnya.
Dengan ditutupnya kebocoran Solar, kata Bhima, pemerintah bisa hemat pengeluaran subsidi.
Pasalnya, 93 persen konsumsi Solar adalah jenis subsidi.
"Atur dulu kebocoran Solar subsidi di truk yang mengangkut hasil tambang dan sawit, daripada melakukan kenaikan harga dan pembatasan untuk jenis Pertalite," pungkas Bhima Yudhistira.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi, Ekonom: Tolong Benar-benar Dicermati"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR