MOTOR Plus-Online.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap fakta penyebab utama pemicu kecelakaan truk Pertamina tabrak sejumlah pemotor di Cibubur.
Setelah 3 bulan melakukan investigasi mendalam, KNKT merilis beberapa fakta penyebab insiden kecelakaan truk PErtamina yang menabrak sejumlah pemotor di Cibubur, Senin (18/7/2022).
KNK mengungkapkan ada pemicu utama pada insiden kecelakaan tersebut, yakni pada katup selenoid pada tabung udara (airtank) yang juga digunakan untuk klakso.
Investigator KNKT, Jalaludin Pasha, menjelaskan seal pada katup selenoid bocor, sehingga tekanan udara di dalam tabung (airtank) tidak mencukupi untuk melakukan pengereman.
"Truk tersebut menggunakan sistem rem Air Over Hydraulic (AOH) atau sistem semi mekanis," jelas Pasha.
Sistem rem hidraulik bekerja digerakkan udara dari airtank, dan ketika pedal rem ditekan akan ada tekanan udara di dalam airtank menggerakkan pushrod yang menekan piston master silinder.
"Tekanan udara ini menghasilkan tekanan hidrolik yang diarahkan melalui pipa ke silinder roda yang menggerakkan rem servis gandar depan dan belakang," jelasnya.
Kenapa harus dibantu dengan tekanan udara?
Baca Juga: Imbas Kecelakaan Maut Truk Pertamina di Cibubur, Kemenhub Larang Kendaraan Pakai Klakson Tambahan
Karena kendaraan besar seperti truk membutuhkan tekanan yang sangat besar untuk menggerakan sistem rem.
"Tekanannya sampai 200 kg. Kaki manusia tidak akan sanggup untuk menggerakkan. harus dibantu tekanan udara," bilang pria yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Timur No.5, Jakarta Pusat.
Ketika airtank bocor akibat klep seleoid rusak, maka persedian udara menjadi tekor.
Dari uji laboratorium yang dilakukan KNKT dalam kondisi mesin idle terukur bahwa proses pengisian udara tekan dari 0 sampai ke 9,5 bar berdurasi 14 menit.
Padahal dalam kondisi normal, waktu pengisian udara tekan sekitar 4-5 menit.
Lamanya waktu pengisian ini biasanya dipicu karena 2 hal, yaitu performa kompresor rem yang mengalami penurunan.
Dan adanya kebocoran pada sistem rem.
Hal lain yang menguatkan adalah turunnya udara tekan 1,5 bar setelah pedal rem kaki diinjak.
Baca Juga: Cerita Pilu Korban Kecelakaan Maut Di Cibubur, Teriak Minta Tolong Tapi Warga Sibuk Merekam Pakai HP
Sementara dalam kondisi normal satu kali pelepasan udara tekan berkisar antara 0,3-0,4 bar.
"Ini yang membuat tekanan udara di dalam tabung jauh berkurang, sementara kemampuan untuk mengisi juga rendah, akibatnya terjadi ketekoran," papar Pasha.'
Menurut Pasha, kondisi tekor ini ditambah lagi dengan adanya instalasi klakson telolet.
"Pipa udaranya diambil di selenoid itu bersamaan dengan rem," ulasnya.
Menurut Pasha, desis kebocoran ini sejatinya sudah diketahui oleh sopir.
"Saat kami melakukan penyelidikan, sopir mengaku berhenti di Rawamangun, Jakarta Timur, mengecek sumber bunyi," jelasnya.
Namun, karena ketidaktahuan sopir, ia tetap melanjutkan perjalanan membawa truk bermuatan 24.000 liter Pertalite menuju Cibubur.
"Di tengah perjalanan sopir sudah merasakan rem bagel, tapi diabaikan," katanya.
Baca Juga: Update Kasus Kecelakaan Maut Truk Pertamina Di Cibubur, KNKT: Lampu Merah Jadi Masalah
Hal lain yang juga menjadi penyebab dari kecelakaan masih di seputar rem.
Jarak atau gap antara kampas rem dan teromol setelah dilakukan pengukuran di atas ambang batas yang semestinya.
"Gap yang semestinya antara 0,4-0,8 mm. Setelah kami ukur gapnya di atas 2 mm," jelas Pasha.
Artinya toleransi gap melebihi 250%-500% dari yang seharusnya.
"Sangat jauh. Makanya sepatu rem tidak bisa menyentuh teromol, atau butuh tekanan yang besar untuk sampai ke teromol, sementara tekanan udara minim," tutupnya.
Source | : | GridOto.com |
Penulis | : | Hendra |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR