MOTOR Plus-online.com - Wacana jalan berbayar (ERP) dikecam Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta.
Penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) memunculkan komentar beragam.
Muncul pro dan kontra terkait dengan kebijakan jalan berbayar ini.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta bahkan mengkritik kebijakan ERP yang hanya memindahkan titik kemacetan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sendiri sudah memastikan akan menerapkan sistem jalan berbayar (ERP).
Aturan soal ERP tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PLLE).
Setelah Raperda PLLE disahkan menjadi perda, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal menerbitkan peraturan turunannya.
Peraturan turunan tersebut bisa jadi berbentuk keputusan gubernur atau peraturan gubernur.
Baca Juga: Wacana Jalan Berbayar Atau ERP Dikeluhkan Driver Ojol, Sebut Bikin Sulit
Setelah itu, Pemprov DKI akan membahas titik-titik yang akan diterapkan ERP.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidjojo meramal bahwa implementasi ERP di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota hanya akan memindahkan kemacetan dari satu titik ke titik lainnya.
"Penerapan ERP tanpa dibarengi perubahan perilaku dan peningkatan layanan transportasi publik hanya akan membuat kemacetan berpindah titik," ujarnya dilansir dari Antara, Senin (16/1/2022).
“Jika akhirnya masyarakat tetap bawa kendaraan pribadi, titik macetnya hanya akan pindah ke jalan yang tidak berbayar," lanjutnya.
Karena itu, Anggara mendorong agar Pemprov DKI menggunakan pendapatan dari ERP dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan layanan transportasi umum.
Anggara mencontohkan bahwa pendapatan dari ERP itu bisa dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan LRT serta menambah rute dan armada bus TransJakarta.
Lebih lanjut, menurut Anggara, tujuan dari kebijakan jalan berbayar, pada dasarnya adalah pengurangan moda transportasi pribadi.
“Visinya kan jadi disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi agar mereka berpikir dua kali untuk naik motor atau mobil karena harus keluar biaya lebih," kata Anggara.
Baca Juga: Awas Kalau Motor Lewat Jalur ERP Tanpa Bayar Bisa Kena Denda 10 Kali Lipat
"Kami berharap mereka berpindah ke transportasi publik agar kemacetan berkurang. Maka kita harus benahi angkutan umum kita agar lebih nyaman dan terintegrasi,” ujarnya.
Berkaitan dengan tarif, Dishub DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.
Dalam Raperda PPLE dijelaskan kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan, dan waktu tertentu.
Merujuk draf tersebut, ERP bakal dilaksanakan di 25 ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.
Setidaknya ada empat kriteria untuk sebuah kawasan atau ruas jalan bisa menerapkan ERP.
Pertama, memiliki tingkat kepadatan atau perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,7 pada jam puncak atau sibuk.
Kedua, memiliki dua jalur jalan dan setiap jalur memiliki paling sedikit dua lajur.
Ketiga, hanya dapat dilalui kendaraan bermotor dengan kecepatan rata-rata kurang dari 30 km/jam pada jam puncak.
Baca Juga: Begini Tanggapan Pemotor Tentang Rencana Jalan Berbayar atau ERP di DKI Jakarta
Perkiraan pemasukan dari ERP itu senilai Rp 30 miliar-Rp 60 miliar per hari.
Hal ini diungkapkan Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail, usai komisinya menunda rapat beragendakan penjelasan soal ERP, Selasa (17/1/2023).
Ismail memperkirakan, ada pemasukan sebesar Rp 30 miliar dari kendaraan yang melintasi 25 ruas jalan ERP per hari, dalam satu kali perjalanan.
Jika dihitung dengan arus pengendara kendaraan sebaliknya, pada hari yang sama, akan ada tambahan pemasukan Rp 30 miliar lagi sehingga totalnya adalah Rp 60 miliar.
"Kami dapat informasi, tidak kurang per hari sekitar Rp 30 miliar-Rp 60 miliar dana yang masuk," ujar Ismail di Gedung DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023).
"Satu trip itu Rp 30 miliar, berarti dua kali (perjalanan) sekitar Rp 60 miliar," sambung dia.
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR