MOTOR Plus-online.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung jadi sorotan netizen belakangan ini, sampai menyeret nama Rini Soemarno.
Rini Soemarno dikaitkan dengan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, punya pengalaman di industri roda dua yakni motor Kanzen Indonesia.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau disingkat KCJB jadi sorotan setelah pemerintah China meminta agar APBN Indonesia menjadi jaminan pembayaran utang.
Mengutip dari Kompas.com, China Development Bank (CDB) sempat meminta Pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
PT KCIC yang sahamnya dimiliki beberapa BUMN dan konsorsium perusahaan China berharap, kucuran duit APBN melalui skema PMN ke PT KAI (Persero) yang sudah disetujui DPR bisa jadi penyelamat.
Geram APBN Indonesia dijadikan jaminan, netizen langsung menggali siapa saja tokoh yang awalnya menyetujui proyek KCJB dengan pemerintah China.
Akhirnya muncul nama Rini Soemarno, mantan Menteri BUMN periode 2014-2019.
Dalam pemberitaan Kompas.com 2 Oktober 2015, Rini Soemarno menyebut Pemerintah Indonesia mantap memilih China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.
Baca Juga: Buruan Serbu Lowongan Kerja Teknisi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Lulusan SMK Bisa Masuk
"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas," ujar Rini Soemarno kala itu.
"Padahal, kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas," sambungnya.
"Nah, kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok," lanjutnya.
"Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah," tambahnya.
"Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," jelas Rini.
Nama Rini Soemarno dikaitkan proyek KCJB, ternyata mantan Menteri BUMN itu pernah menduduki jabatan penting di PT Semesta Cipta Motorindo (SCM), produsen motor Kanzen di Indonesia.
Mengutip Tabloid MOTOR No. 087/II yang terbit 28 Oktober 2000, wanita dengan nama lengkap Rini Mariani Soemarno Soewandi sempat menjabat sebagai Chairman PT SCM.
Saat mendengar nama Kanzen banyak yang mengira buatan Tiongkok atau Jepang, padahal motor itu diklaim asli produksi lokal alias Indonesia.
Baca Juga: Video Pemotor Sampai Nunduk Saat Lewati Girder Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ini Faktanya
"Kanzen bukan produk motor Jepang. Tapi, produk multisourcing sesuai spesifikasi SCM," papar Rini Soemarno.
Saat itu motor Kanzen baru dipasarkan di Jawa, Bali dan Kalimantan Timur.
Ada 3 tipe yang dipasarkan yaitu, Kanzen Prima Star 100, Kanzen Mega Star, dan Kanzen Road Star 125.
Pada tahun 2000, Kanzen Prima Star 100 harganya Rp 7.950.000, Kanzen Mega Star dijual Rp 8.900.000, dan Kanzen Road Star 125 seharga Rp 9.950.000.
Kemudian tahun 2001 Rini Soemarno ditunjuk sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Kabinet Gotong Royong (2001-2004).
Alhasil jabatan Presiden Direktur PT SCM diambil alih Himawan Surya.
Tahun 2007, Rini kembali dan meluncurkan Kanzen Racing Tim (KRT).
Mengutip Tabloid MOTOR Plus No. 434/VIII yang terbit 23 Juni 2007, Peluncuran KRT berlangsung di Pekan Raya Jakarta (17/6/2007).
Langkah itu terbilang berani, mengingat PT Inti Kanzen Motor (IKM) baru menginjak usia ke-7 dan sudah unjuk taring di kejurnas balap motor.
Kanzen jadi pabrikan ke-3 yang resmi ikut kejurnas selain Yamaha dan Suzuki.
"Pembuktian bahwa motor Indonesia juga berkualitas. Buatan Indonesia juga layak sebagai moda transportasi roda dua," ujar Rini yang saat itu menjabat Presiden Direktur Kanzen Group.
"KRT sebagai sarana sosial teknologi andal anak bangsa. Kanzen bisa bersaing dengan produk internasional," lanjut Rini.
Sayangnya merek Kanzen resmi menyerah alias gulung tikar pada tahun 2010.
Alasannya produk Kanzen tak diminati masyarakat, bahkan di akhir penjualannya per bulan diklaim kurang dari 1.000 unit.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Utama Jokowi Dulu Pilih China: Janjikan Kereta Cepat Tanpa APBN", Tabloid MOTOR PLUS No. 087/II 28 Oktober 2000, dan Tabloid MOTOR Plus No. 434/VIII 23 Juni 2007
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR