MOTOR Plus - online.com Tewasnya Haruki Noguchi usai kecelakaan di Sirkuit Mandalika pada ajang ARRC kelas ASB1000 yang digelar pekan lalu menambah daftar pembalap asal Jepang yang tewas di usia muda.
Haruki Noguchi yang pernah turun di ajang Red Bull Rookies Cup dan FIM CEV Repsol itu meninggal pada usia 22 tahun.
Saat kecelakaan naas tersebut terjadi, Noguchi saat ini tengah berada di posisi kedua klasemen sementara ajang ARRC kelas ASB1000 dengan mencatatkan dua kemenangan musim ini.
Ia juga baru saja naik podium kedua di ajang legendaris Suzuka 8 Hours.
Selain Haruki Noguchi cukup banyak pembalap Jepang yang tewas di usia muda, bahkan salah satunya pernah diprediksi bisa jadi juara dunia MotoGP.
1. Nobuyuki Wakai
Nama Nobuyuki Wakai mungkin terasa asing bagi para penikmat balap apalagi MotoGP.
Nobuyuki Wakai ini tewas pada usia 25 tahun pada musim 1993 ketika turun di kelas 250 cc bersama tim Lucky Strike Keiyu Suzuki.
Nama Nobuyuki Wakai pertama kali ikut ajang Grand Prix pada tahun 1991 di kelas 125 cc dan mencetak 60 poin di musim perdananya, tapi karena terlalu tinggi ia segera naik ke kelas 250 cc pada musim berikutnya.
Nobuyuki Wakai tewas dalam kecelakaan yang bisa dibilang cukup aneh dan tidak perlu terjadi.
Baca Juga: Kabar Duka, Pembalap Jepang Haruki Noguchi Meninggal Di Lombok Setelah Balapan ARRC Mandalika
Pada Sabtu, 1 Mei 1993 Nobuyuki Wakai sedang menjalani sesi kualifikasi kelas 250 cc di Sirkuit Jerez, Spanyol.
Ia meninggalkan pitbox dengan kecepatan cukup tinggi 100 Km/jam karena regulasi pit limiter saat itu belum ada.
Naas, ia menabrak penonton asal Italia yang menyebrang di pitlane dan kepalanya menabrak area beton sehingga membuat helm Wakai hancur berantakan.
Padahal ia terjatuh hanya 30 meter dari area medis Sirkuit Jerez saat itu, tapi Wakai dinyatakan tewas tidak lama setelah menjalan operasi di hari yang sama.
Kecelakaan Nobuyuki Wakai membuat munculnya aturan pit limiter serta membatasi jumlah orang yang berada di pit dan paddock hingga saat ini.
2. Yasutomo Nagai
Yasutomo Nagai merupakan pembalap asal Jepang yang mengawali karir di ajang Kejurnas All Japan Road Racing Championship dan menghabiskan tujuh musim bersama Yamaha.
Yasutomo Nagai kemudian diproyeksikan oleh Yamaha untuk balap di Eropa, salah satunya di ajang balap ketahanan 24 Jam Bol d'Or yang legendaris.
Pada tahun 1994, Nagai bersama Christian Sarron dan Dominique Sarron berhasil memenangkan balap Bol d'Or yang digelar di Sirkuit Paul Ricard.
Melihat performanya, Nagai kemudian turun bersama Yamaha di ajang World Superbike tahun 1995 bertandem dengan Colin Edwards.
Performa Yasutomo Nagai di tahun debutnya bisa dibilang luar biasa, melawan nama-nama legendaris seperti Carl Fogarty, Troy Corser, Aaron Slight dan Simon Crafar ternyata Nagai bisa memberikan perlawanan.
Ia mampu meraih dua podium dan duduk di posisi kelima klasemen pembalap sampai di seri kesepuluh yang digelar di Sirkuit Assen, Belanda pada 10 September 1995.
Tapi di race kedua yang digelar di Sirkuit Assen tersebut Yasutomo Nagai bernasib naas, ia terjatuh di race kedua karena terkena ceceran oli dari salah satu pembalap Ducati.
Sekilas kecelakaan tersebut terlihat biasa, tapi motor Yamaha YZF750 yang dikendarai Nagai terlempar ke udara dan sialnya menghantam kepala dan tubuh Nagai yang terjatuh.
Nagai kemudian segera dibawa ke rumah sakit tapi kemudian dinyatakan meninggal dua hari kemudian pada usia 29 tahun.
Meskipun ia harus absen di dua seri tersisa, tapi Nagai tidak tergeser dari posisi lima klasemen pembalap WSBK musim 1995 dan jadi pembalap Yamaha yang meraih poin tertinggi saat itu.
3. Daijiro Kato
Kalau nama yang ini bisa dibilang kalian sudah cukup kenal, Daijiro Kato disebut-sebut sebagai salah satu rider paling berbakat yang pernah dimiliki Jepang.
Daijiro Kato memang baru diberikan satu musim penuh di ajang Grand Prix kelas 250 cc pada tahun 2000, tapi sejak 1996 sampai 1999 ia turun sebagai wild card di seri Jepang dan meraih dua kemenangan dan satu podium tiga.
Pada musim penuh pertama di ajang Grand Prix ia mampu duduk di posisi tiga klasemen, hanya kalah tipis dari Olivier Jacque dan Shinya Nakano.
Musim 2001 Kato kemudian mengamuk, ia meraih 11 kemenangan dari 16 seri dan meraih juara dunia kelas 250 cc.
Melihat performanya saat itu Daijiro Kato digadang-gadang jadi salah satu kandidat juada dunia MotoGP di masa depan.
Ia kemudian naik kelas pada musim 2002, musim perdana di kelas MotoGP ia turun bersama tim Honda Gresini tapi masih diberikan motor lama yakni Honda NSR500.
Pada awal musim 2002 memang beberapa tim masih diperbolehkan menggunakan motor-motor lama 500 cc 2 tak, sementara tim-tim besar sudah pakai motor MotoGP 990 cc 4 tak.
Tapi Kato membuktikan kalau kalah motor bukan berarti kalah skill, pada balapan ketiga di Sirkuit Jerez, Spanyol ia berhasil finish di posisi kedua di belakang Valentino Rossi dengan jarak hanya 1 detik saja.
Karena melihat performanya meningkat, pada seri kesepuluh musim 2002 di Sirkuit Brno, Republik Ceko ia langsung diberikan Honda RC211V, hasilnya ia langsung finish kedua lagi.
Kato finish di posisi tujuh pada musim perdananya di ajang MotoGP, ia lanjut bersama tim Gresini yang saat itu bernama Telefonica Movistar Honda pada tahun 2003 dan bertandem dengan Sete Gibernau.
Honda RC211V merupakan motor paling kuat di ajang MotoGP saat itu, makanya banyak yang memprediksi ia akan bertarung melawan Valentino Rossi untuk musim 2003.
Tapi sayangnya hal tersebut tidak pernah terjadi, baru seri pembuka MotoGP 2003 yang digelar di Sirkuit Suzuka Daijiro Kato tewas di depan publiknya sendiri setelah crash parah di Casio Triangle atau final chicane Sirkuit Suzuka.
Saat itu motor Honda RC211V milik Kato menabrak tembok pembatas dengan kecepatan tinggi (200 Km/jam) minimnya area run-off di Sirkuit Suzuka jadi penyebab utama Kato langsung menghantam tembok.
Sejak kematian Kato di usia yang baru 26 tahun, Sirkuit Suzuka langsung dihapus dari ajang MotoGP dan tidak pernah kembali karena dianggap berbahaya.
Rekan setim Daijiro Kato, Sete Gibernau saat itu berhasil meraih runner-up di akhir musim dan empat motor Honda RC211V mendominasi top 5 klasemen.
Makanya banyak yang menganggap kalau saja Kato tidak tewas di Suzuka, ia bisa bertarung dengan Valentino Rossi di kelas MotoGP dan menjad juara dunia pertama kelas MotoGP asal Jepang.
4. Shoya Tomizawa
Shoya Tomizawa jadi bahan perbincangan ketika kelas Moto2 baru digelar pertama kalinya pada tahun 2010.
Saat itu kelas Moto2 dengan motor 600 cc menjadi kelas baru menggantikan kelas 250 cc yang dianggap sudah terlalu mahal dan minim peserta.
Saat itu Shoya Tomizawa yang turun bersama tim Technomag-CIP dengan sasis Suter berhasil memenangkan balapan pertama kelas Moto2 di Sirkuit Losail, Qatar.
Hal tersebut terbilang mengejutkan karena musim sebelumnya Tomizawa tidak pernah finish di posisi lebih dari 10 saat debut di kelas 250cc.
Tomizawa yang baru berusia 19 tahun kemudian meraih satu podium lagi di Jerez, penampilannya juga cukup konsisten di posisi 10 besar.
Tapi naas memasuki seri 12 yang digelar di Sirkuit Misano, San Marino Tomizawa harus meregang nyawa.
Shoya Tomizawa yang saat itu berada di posisi keempat kehilangan grip yang membuatnya terjatuh di tikungan 11 atau Curvone, tikungan tersebut merupakan dua tikungan cepat ke kanan yang cukup berbahaya.
Karena kelas Moto2 saat itu masih baru dan rapat serta jumlah peserta yang cukup banyak mencapai 39 rider tubuh Tomizawa yang masih berada di racing line tidak bisa dihindari rider lain.
Dua rider di belakang Tomizawa yakni Scott Redding dan Alex de Angelis langsung melindas tubuh Tomizawa.
Mirip kejadian yang dialami Haruki Noguchi di Sirkuit Mandalika pekan lalu.
Tomizawa langsung dibawa ke medical centre Sirkuit Misano, tapi tidak lama kemudian ia diumumkan meninggal dunia di usia baru 19 tahun.
Penulis | : | Uje |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR