Mesin tiga silinder yang diharapkan lebih enteng ternyata bobotnya sama beratnya dengan mesin 4 silinder karena penggunaan diameter piston yang lebih besar.
Penggunaan crankshaft ala-F1 yang terlalu ringan membuat motor ini memiliki torsi besar, tapi tidak diimbangi dengan sasis yang bagus sehingga tidak punya daya cengkram saat keluar masuk tikungan.
Musim pertama tahun 2002 Regis Laconi hanya mampu finish tujuh kali dan finish di urutan 19 klasemen pembalap.
Laconi kemudian digantikan Noriyuki Haga dan Colin Edwards untuk musim 2003, tapi hasilnya tidak kunjung membaik karena posisi finish terbaiknya ada di posisi keenam.
Musim paling parah ada di tahun 2004 dengan komposisi pembalap beda lagi yakni Shane Byrne dan veteran Jeremy McWilliams, posisi finish terbaik ada di posisi 10 dan akhirnya Aprilia cabut dari MotoGP.
Dario Raimondi selaku Aprilia Racing Sports Manager pernah kasih cerita sedikit ke MOTOR Plus karena saat itu ia sudah bergabung dengan Aprilia di ajang MotoGP.
"Kami selalu mencoba segala kemungkinan atau mencari yang terbaik dalam mengembangkan motor saat itu," terangnya saat MotoGP Mandalika tahun lalu.
"Kalau bisa dibilang motor kami adalah yang paling canggih, tapi apakah berhasil? Tidak," lanjutnya.
"Tapi kemudian kami belajar dan terus belajar sampai akhirnya kembali ke MotoGP pada 2015 kami merasa lebih siap, meskipun awalnya tetap kesulitan juga," tambahnya.
"Motor itu (RS Cube) bisa dibilang paling canggih kami menerapkan apa yang ada dari F1 ke mesin, tapi kalau tidak diimbangi dengan hal lain seperti sasis yang jadi kesulitan kami saat itu tentu saja akan sangat sulit (meraih hasil bagus)," tutupnya.
Penulis | : | Uje |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR