Ternyata yang hal ini difokuskan untuk sumber energi penyuplai daya di kendaraan listrik.
Sumber energi ini yang jadi faktor utama emisi karbon EV jauh lebih tinggi dari mesin bensin (ICE) maupun Hybrid.
Tambah Agus, hal tersebut menjadi tantangan hampir di seluruh industri, termasuk di Indonesia.
Hal ini karena 60 persen karbon dihasilkan berasal dari sumber energi.
"Sebetulnya kontribusi karbon yang berasal dari sektor industri itu 15-20 persen dari total emisi atau karbon yang ada di nasional." bebernya.
"Dari 20 persen ini, uraiannya adalah 60 persen berasal dari sumber energi, kemudian 25 persen berasal dari limbah dan 15 persen berasal dari IPPU atau proses produksi yang ada di dalam industri," lanjut Agus.
Sama dengan sumber energi bagi industri, EV atau sektor manufaktur sangat terbantu dari Kementerian/Lembaga (K/L) atau institusi yang memiliki komitmen menyediakan energi yang bersih.
Baca Juga: Selain Motor Listrik, Energy Transition 2023 Jadi Arah Menuju Net Zero Emission 2060
"Jadi sumber energi kita tergantung dari K/L lain, walaupun Kemenperin juga mendorong penguatan-penguatan dari industri untuk memproduksi energi yang ramah lingkungan, di mana kita sudah memiliki program Rooftop Solar Panel." ujar Agus.
"Tetapi ada kendala dari aturan dari K/L lain yang membuat batasan-batasan dari industri tersebut untuk beralih seluruhnya kepada energi hijau dalam hal ini solar panel," tambahnya.
Jadi intinya, emisi karbon yang dimaksud ini bukan berasal dari proses kendaraan listrik seperti motor listrik atau mobil listrik tersebut bekerja.
Emisi karbon yang dimaksud adalah hasil dari pembuatan sumber energi penyuplai daya yang dibutuhkan oleh motor listrik atau mobil listrik.
Proses produksi listrik masih pake batubara, sedangkan dalam prosesnya batubara menghasilkan emisi karbon.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menperin Ungkap Emisi Karbon EV Lebih Besar dari Mobil Hybrid Hingga ICE, Ini Sebabnya
Penulis | : | Yuka Samudera |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR