Menteri Teten Masduki Tanggapi Larangan Knalpot Brong, Siapkan SNI Untuk Knalpot Aftermarket

Ardhana Adwitiya - Rabu, 7 Februari 2024 | 15:20 WIB
Kolase TMCPoldaMetro dan KemenKopUKM
Ilustrasi penindakkan knalpot brong (kiri) dan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki (kanan).

MOTOR Plus-online.com - Pemotor knalpot brong atau knalpot bising banyak diamankan polisi akhir-akhir ini.

Penindakkan knalpot yang mengeluarkan suara bising melebihi ambang batas itu berimbas ke pengusaha knalpot aftermarket.

Padahal ada beberapa knalpot aftermarket tapi suara yang dihasilkan masih di bawah ambang batas.

Melihat polisi yang tidak pandang bulu menangkap pengguna knalpot tidak standar, membuat Ketua Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) Asep Hendro bereaksi.

Asep Hendro beserta pewakilan AKSI lainnya dan perwakilan anggota Ikatan Motor Indonesia (IMI) menemui Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki di Jakarta pada Selasa (6/2/2024).

Istimewa
Asep Hendro beserta pewakilan anggota AKSI lainnya dan perwakilan anggota Ikatan Motor Indonesia (IMI) menemui Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki.

Asep dan perwakilan AKSI melakukan audiensi dan mengeluhkan terkait produk knalpot mereka yang kerap disamakan dengan knalpot brong.

"Kami berharap standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang,” kata Asep Hendro dikutip dari keterangan yang diterima MOTOR Plus-online, Rabu (7/2/2024).

Asep menjelaskan, produk knalpot aftermatket buatan lokal banyak dikesankan sebagai knalpot brong yang tidak standar dan menyebabkan polusi suara.

Baca Juga: 15 Ribu Orang Dirumahkan Imbas Razia Knalpot Brong, Ini Kata Ketua AKSI

"Knalpot yang hanya memakai hider tanpa silencer, itu yang disebut brong yang sering memekakan telinga,” ucap Asep.

Sayangnya, kata Asep, razia yang digelar untuk menertibkan penggunaan knalpot brong belakangan ini justru berdampak kepada UMKM produsen knalpot.

"Kami punya 20 brand serta 15 ribu karyawan yang saat ini sudah dirumahkan,” lanjutnya.

Hal itu karena ada kesan yang ditimbulkan bahwa knalpot produksi mereka merupakan knalpot brong karena tidak sesuai standar yang diberlakukan pemerintah.

"Saya berharap segera ada SNI untuk knalpot, sehingga UMKM industri knalpot dapat kembali seperti semula bahkan bisa lebih meningkatkan omzet,” kata Asep.

Menteri Teten Masduki menanggapi bahwa pelarangan knalpot aftermarket ini harus mempertimbangkan banyak hal, termasuk kelangsungan industri UMKM knalpot.

humas.polri.go.id
Ilustrasi knalpot brong.

Menurut dia, sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat justru disebabkan karena belum adanya SNI baku terkait knalpot.

Hingga kini baru sembilan produk komponen otomotif yang sudah tersertifikasi SNI.

Baca Juga: Denda Akibat Pakai Knalpot Brong di Malaysia Lebih Besar dari Indonesia

Ia memastikan bahwa pelaku UMKM knalpot siap memenuhi regulasi terkait produk sehingga tidak lagi selalu menjadi pihak yang disalahkan saat razia knalpot brong dilakukan.

"Ini merupakan embrio industri otomotif yang harus kita kembangkan ke depan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan menyerap banyak tenaga kerja,” kata Teten Masduki.

Teten mengatakan, semua pihak terkait harus mulai mengatur penggunaan knalpot yang terstandardisasi SNI.

Pasalnya hingga saat ini belum ada aturan baku mengenai hal itu.

"Jadi dalam aturan, kita akan mencoba duduk barsama dengan stakeholder lain Badan Standardisasi Nasional (BSN), KLHK, Kemenperin, Kemenhub, dan Kepolisian untuk menyusun standardisasi produk otomotif knalpot,"

"Termasuk dengan Kemenhub yang akan menjadi penghubung dengan Kepolisian," kata Teten.

Menanggapi tentang regulasi ambang batas kebisingan, lanjut Teten, regulasi tersebut harus diinformasikan kepada stakeholder lain sebagai acuan regulasi yang ada termasuk saat akan melakukan penertiban.

Namun, di sisi lain, Teten yakin bahwa tak sedikit dari industri dan perajin knalpot yang mulai memikirkan standardisasi, maupun kualitas produk.

Sehingga bisa memenuhi kriteria yang dipersyaratkan KLHK.

"Dan sesuai dengan standardisasi yang kita tetapkan bersama nanti," tutup Teten.

Penulis : Ardhana Adwitiya
Editor : Joni Lono Mulia


KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

TERPOPULER

Tag Popular