MOTOR Plus - online.com Heboh Pertalite dioplos dijual seharga Pertamax jelas sangat merugikan konsumen.
Apalagi kejahatan Pertalite dioplos jadi Pertamax ini sudah dijual hampir 2 tahun.
Tujuannya jelas untuk cari untung karena Pertamax dihargai lebih mahal.
Harga Pertalite saat ini adalah Rp10.000, sedangkan harga Pertamax adalah Rp 12.950.
Para pengoplos Pertalite jadi Pertamax ini mendapatkan keuntungan kotor sebesar Rp 2.950 per liter.
"SPBU di Tangerang sudah mulai melakukan pengoplosan ini sejak Juni 2022 hingga Maret 2024," jelas Brigjen Nunung dikutip dari Gridoto.com
Ada empat SPBU yang menjual Pertalite dioplos jadi Pertamax ini.
2 SPBU atau Pom Bensin Pertamina ini berada di Tangerang.
Satu SPBU di Jakarta Barat.
Baca Juga: Update Harga Bensin Pertalite dan Pertamax Maret 2024 Usai Heboh Kasus Tercampur Air dan Pemalsuan
Serta satu SPBU lagi ada di Depok, Jawa Barat.
SPBU atau Pom Bensin tersebut masing-masin punya kode 34.151.42 dan terletak di Jl. HOS Cokroaminoto, Karang Tengah, Tangerang.
Lalu SPBU dengan kode 34.151.39 di Jl. KH Hasyim Ashari, Pinang, Tangerang.
Lalu SPBU kode 34.115.09 di Jl. Arteri Kelapa Dua Raya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Terakhir di SPBU 34.169.24 di Jl. Raya Bogor Km 28,5 Cimanggis, Depok.
Total Polisi Polisi telah menyita 29.046 liter Pertamax palsu di empat tangki pendam SPBU tersebut, dengan rincian SPBU Karang Tengah: 9.004 liter, SPBU Pinang: 3.700 liter, SPBU Kebon Jeruk: 6.814 liter dan SPBU Cimanggis: 9.528 liter.
Polisi juga mengamankan empat sampel BBM jenis Pertalite yang sudah dicampur zat pewarna agar menyerupai Pertamax dan sejumlah pewarna.
"Semua SPBU yang terlibat sudah kami tutup," kata Irto Ginting, Corporate Secretary, PT Pertamina Patra Niaga dikutip dari gridoto.com.
Ia mengatakan saat ini sedang dilakukan investigasi. "Tunggu saja. Kami akan serius menangani hal ini," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di https://www.gridoto.com dengan judul "Hampir 2 tahun Pertamax Dioplos di SPBU 34, Pertamina Kemana Aje".
Penulis | : | Uje |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR