"Saya hanya dengar rumours, pastinya bisa tanya langsung ke Shell," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal dikutip dari tribunnews.com
Moshe mengungkapkan, terdapat tantangan dalam bisnis retail SPBU di Indonesia, khususnya bagi para pemain di industri hilir migas, di luar PT Pertamina (Persero).
Diketahui, Pertamina yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki penugasan untuk mendistribusikan BBM subsidi, yang harganya di bawah harga keekonomian.
Belum lagi, BBM non-subsidi yang kadar oktan 92, dijual dengan harga yang berada di bawah harga pasar pada umumnya. Layaknya di SPBU Shell, Vivo, atau BP.
"Tantangannya, karena monopoli dari Pertamina yang yang memang difasilitasi oleh pemerintah. Karena kan distribusi BBM ini, apalagi BBM subsidi ya, itu kan memang ranahnya Pertamina, dengan itu saja dia sudah bisa menguasai pasar mayoritas BBM di Indonesia," ucap Moshe.
Apabila melihat ke belakang, lanjut Moshe, pertimbangan perusahaan migas untuk berbisnis di sektor hilir seperti SPBU, awalnya ingin menjual produk BBM yang berkualitas daripada Pertamina.
Namun seiring berjalannya waktu, Pertamina terus meningkatkan kualitas produk BBM yang dijualnya. Sehingga kompetisi bisnis di Tanah Air berimbang.
Mulai dari kadar oktan RON 95 bahkan saat ini tengah mempersiapkan BBM yang lebih ramah lingkungan, yang dicampur dengan minyak nabati.
Jadi ya dulu mungkin pemain-pemain lain di luar melihat ada peluang. Kenapa? Karena ada nilai tambah yang mereka bisa tawarkan lah, dari sisi kualitas BBM-nya performance-nya dibandingkan produk Pertamina," ungkap Moshe.
"Sekarang, ya saya selalu bilang, Pertamina sekarang sudah semakin baik ke depannya. Mereka bisa tawarkan lebih," lanjutnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Manajemen Shell Buka-bukaan Soal Kabar Tutup Seluruh SPBU di Indonesia
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | Uje |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR