Sebagai kejuaraan baru, regulasi Kejurnas Supermoto masih belum banyak diketahui pelaku balapnya.
Enggak heran kalau di seri pertama banyak yang gagal ikut balap, karena motor tidak lulus scrutineering.
Terutama di kelas 150 Lite, meskipun status kelas ini bukan Kejurnas.
“Sebenarnya kelas ini awalnya kita plot sebagai kelas Kejurnas untuk pemula. Tapi, dari PP IMI belum dimasukan ke kelas Kejurnas di tahun ini. Buat sosialisasi saja, kelas ini sekarang untuk komunitas alias non pembalap. Motor yang digunakan wajib berbasis trail kondisi stock,” ucap Galan Ridwan, Race Director Indonesia Supermoto Championship.
(BACA JUGA : Galeri Foto Balapan Nasional Supermoto, Aksi Pembalap Nasional Pakai Motor Trail di Trek Aspal)
Di seri 1, kelas ini banyak yang tidak lolos scrut karena ukuran cakram.
Untuk bisa ikut, motor harus pakai cakram depan ukuran 280 mm.
Rangka standar boleh diperkuat. Sedangkan di sektor mesin, porting polish dibolehkan, klep wajib standar dan kem standar boleh dimodif.
Kelas Kejurnas SM 175 paling banyak memperbolehkan ubahan.
Basis motor kelas ini trail 150 cc.
Boleh dibore up atau stroke up hingga kapasitas mesin menjadi 180 cc.
Ukuran klep dibebaskan. Kem juga boleh dimodifikasi ataupun pakai part aftermarket.
“Untuk kaki-kaki juga boleh diubah. Sok depan boleh ganti upside down dan swing arm juga boleh ganti pakai part aftermarket. Cuma satu yang diwajibkan, semua kelas Kejurnas harus pakai knalpot Pro Speed,” tambah Galan.
Untuk kelas Kejurnas dengan basis SE juga tidak ada larangan khusus pada bagian mesin.
Terpenting kapasitas mesin harus sesuai dengan regulasi.
Hal yang diwajibkan hanya pengunaan cakram 320 mm dan kaliper rem 4 piston.
“Rem memang jadi fokus utama kita. Sebab, part itu sangat berkaitan dengan keselamatan. Ingat, Supermoto banyak main di aspal. Kecepatannya jauh lebih tinggi dibanding di tanah. Makanya ada aturan khusus pada rem depan,” tutupnya.
(www.motorplus-online.com)
Source | : | MOTOR Plus |
Penulis | : | |
Editor | : |
KOMENTAR