MOTOR Plus-online.com - Legenda balap MotoGP asal Italia, Max Biaggi menyalahkan Ducati soal kontrak kerja bersama Jorge Lorenzo.
Biaggi mengatakan kalau Ducati sudah melakukan kesalahan besar.
Bukan kesalahan mengontrak Lorenzo, tetapi salah tidak mempertahankan kontrak Lorenzo musim depan.
Lorenzo resmi meninggalkan Ducati setelah menandatangani kontrak berdurasi dua tahun dengan tim Repsol Honda.
(BACA JUGA : Dibongkar Juga Ide Awal Presiden Jokowi Naik Motor ke Pembukaan Asian Games 2018)
Jalinan kerjasama antara Lorenzo dan Honda akan mulai berlangsung pada MotoGP 2019.
Ironisnya, pasca-mengumumkan perpisahan dengan Ducati, performa Lorenzo justru jadi bagus.
"Sejak awal, saya tidak percaya dengan kerjasama ini antara Lorenzo dan Ducati," kata Max Biaggi yang dikutip dari Paddock-GP.
"Akan tetapi Lorenzo meyakinkannya. Dia akhirnya berhasil, tetapi itu adalah jenis hubungan yang harus segera bekerja baik atau tidak pernah," ujar dia lagi.
(BACA JUGA : Heboh Pak Jokowi Bawa Motor ke Pembukaan Asian Games, Ternyata Belajar Stunt Ride Itu Gampang!)
Max Biaggi juga menyebut jika ekspektasi Jorge Lorenzo saat didatangkan sama seperti kedatangan Valentino Rossi ke Ducati pada 2011.
Namun, situasi Lorenzo tentu berbeda dengan pemegang sembilan gelar juara dunia itu, terutama motornya.
Biaggi menambahkan bahwa memang sulit untuk beradaptasi jika sebelumnya pernah berkendara lama dengan motor Yamaha.
Di saat yang bersamaan pihak Ducati sudah tidak sabar melihat pembalap yang dibayarnya mahal tidak kunjung baik.
(BACA JUGA : Kocak Abis.. Video Lomba yang Dibikin Komunitas Vespa Ini Unik Banget)
Meski memulai musim 2018 dengan kurang baik, pada musim ini, Lorenzo sudah tiga kali memenangkan balapan.
Alhasil, keputusan Ducati untuk tidak mempertahankan dia dianggap Biaggi sebagai sebuah kesalahan besar.
"Ducati membuat kesalahan besar karena membiarkan dia pergi. Dia akan menunjukkan bahwa dia bisa menang dengan Honda. HRC akan menjadi tim terkuat di 2019," ujar Biaggi.
Penulis | : | Mohammad Nurul Hidayah |
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR