MOTOR Plus-online.com- Yamaha F1Z Daytona termasuk underbone yang legendaris.
Digeber Hendriansyah atau beken dipanggil Kuncung ketika itu.
Ceritanya Minggu siang itu akhir Maret 1998, ribuan pasang mata nyaris tak berkedip menonton aksi Hendriansyah, di Sirkuit dadakan bekas landas pacu pesawat di Kemayoran.
Di atas Yamaha F1-ZR lansiran 1996, pembalap tim Yamaha asal Yogyakarta itu seperti melaju tanpa lawan di kelas bebek tune-up 110 cc.
Baca Juga : Tegang, Video Marc Marquez Kabur Tinggalkan Motor di FP4 MotoGP Argentina, Gara-gara Rantai
Baca Juga : Kenapa Nih Lorenzo? Kualifikasi Dapat Posisi 11, Pas Balap Start Urutan 12
Ya, anak Yogyakarta itu menjadi raja Kemayoran (seeded B).
Ketika itu Hendri masih berada di kelas pemula, masih seeded B.
"Motornya sangat kenceng," ungkap penonton di dekat garis finish.
Sementara yang lain bilang, kemampuan pembalap yang akrab disapa Hendri inilah yang membuatnya digdaya.
Baca Juga : Belum Juga Yamaha NMAX Facelift Keluar, Honda PCX Tampang Baru Nongol
Mana yang benar? Mari kita lihat!
Motor ini diracik di Jepang, seperti diceritakan Chandra Baharudin yang saat itu menjadi mekanik tim Yamaha.
Ia mengisahkan, proyek motor ini berjalan cukup panjang.
"Kami kirim motor berikut spesifikasi balapnya ke Daytona Jepang," terangnya.
Baca Juga : Akhirnya Terungkap Dealer Motor Mempermainkan Konsumen Demi Keuntungan
Begitu datang, dua perubahan utama dilakukan spesialis tuner Negeri Sakura itu.
Yaitu sistem kelistrikan dan peningkatan suplai bahan bakar.
Cara pertama, sepul magnetnya dilengkapi 3 kabel dengan karakteristik kurva peak power berbeda.
Untuk trek pendek, banyak tikungan membulat dan sirkuit trek panjang.
Baca Juga : Kocak! Driver Ojol Kreatif, Kaca Spion Ternyata Punya Fungsi Lain, Tempat Kopi
"Tinggal pilih satu kabel," jelasnya.
Arena Kemayoran tergolong sirkuit pendek, makanya tenaga benar-benar di rpm 6.000.
Bandingkan dengan Sentul yang baru melejit pada 8.000 rpm.
Kondisi ini cukup merepotkan, lantaran memaksa sering bermain setengah kopling untuk mencapai putaran segitu.
Akibatnya, kampas kopling sering terbakar. "Sampai babak semifinal, sudah makan dua kampas kopling," ujar Hendri saat balapan.
Tapi, bagaimana tidak bertenaga bila perbandingan kompresinya mencapai 7,1 : 1, sementara racikan motor sebelumnya 6,9.
Selain lubang silinder blok dibesarkan, Chandra percaya, rancangan aliran udara berperan besar.
Mirip sistem turbo, dibuatkan corong udara ke kotak saringan udara.
Kemudian masuk karbu Keihinin 24 mm, membuat mesin sanggup berkitir tinggi, sebelum mencapai 13.500 rpm, tenaga motor masih ada.
Ini juga sepertinya underbone yang diikuti motor-motor balap sekarang.
Karena sudah dilengkapi oil cat tank.
Anak balap zaman sekarang bilang tabung hawa.
Hawa bensin dari tangki dan hawa oli dari ruang crankcase masuk ke oil cat tank ini.
Dari oil cat tank ini masuk ke intake untuk dibakar, sehingga tidak mencemari udara.
DITES PAKDE YONI
Dari sisi mesin Yamaha F1Z daytona sangat bertenaga, bagaiman dengan ridernya?
Untuk 'meluruskan' mana yang lebih berperan pada kemenangan Hendri yang sempat menyandang gelar Dewa Road Race ini, tabloid Otomotif dapat kesempatan tes motor racikan Jepang itu di arena yang sama, sehari setelah lomba.
Yang ngetes namanya Yoni Sutoyo, reporter tabloid Otomotif ketika itu.
Pria beken dipanggil Pakde ini kemudian jadi reporter MOTOR Plus.
Juga pernah menjabat redaktur sport tabloid MOTOR Plus.
Setting mesin dan sproket dibiarkan seperti ketika digeber Hendri.
Sekurangnya perlu dua lap membiasakan diri dengan posisi duduk dan memindah persneling yang semuanya dicungkil.
Kepakeman rem dan semua perangkat dicoba, sekalian menghafal sirkuit.
Masuk putaran ketiga, gaya Hendri berbelok ke kanan setelah garis start coba dipraktekkan.
Ternyata tak gampang merebahkan motor sembari pertahankan putaran mesin sekitar 7.000 rpm pada gigi 3.
Namun jangan disangka mudah mengangkat roda depan, seperti gaya Hendri melewati garis finis. Ketika pertama dijajal gagal.
Malah, tester OTOMOTIF jumpalitan karena kelebihan power.
Sedangkan upaya kedua dan seterusnya mulus.
Eksploitasi meniru gaya Hendri juga dilakukan di beberapa tikungan parabola ke arah kiri.
Meski ban beda merek, depan Dunlop Sportmax dan belakang menggunakan Bridgestone Battlax, rasanya tak jadi soal.
Taburan kerikil lembut di permukaan aspal, memang mengurangi cengkeram. Tapi dengan mengurangi bukaan gas, arah motor kembali normal.
Bisa jadi, lantaran sokbreker belakang menggunakan Daytona Showa dan stabilisator depan bermerek sama.
Bedanya dengan Hendri, Ia justru memanfaatkan ban belakang bergeser untuk memperkecil radius bebelok. Itu sulit!
Sekali-sekali OTOMOTIF mencoba manuver itu, belum berhasil.
Lantaran itu, kurang bijaksana memilah mana yang lebih berperan atas kemenangan Hendri.
Mustahil motor itu meraja di tangan pembalap pas-pasan.
Paduan yang ganas di eranya, ya 1998 di Kemayoran!
Artike ini sudah dipublikasikan Tabloid OTOMOTIF dengan judul MERASAKAN TUNGGANGAN RAJA KEMAYORAN pada edisi N0.47/VII SENIN 06 APRIL 1998
KOMENTAR