Baca Juga : Hasil FP3 Moto2 Spanyol 2019, Wuih... Gardner Melesat, Dimas Ekky Pertajam Waktu
Jumlah itu lebih kecil 6% dibanding rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang sebesar Rp 5.200/hari.
“Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan Pemerintah,” tegas Rumayya.
Terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2% konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Selain itu, faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan ojek online.
Baca Juga : Sering Dicibir Netizen Sudah Tua, Video Valentino Rossi Ini Jadi Bukti Dirinya Masih Hebat di MotoGP Spanyol
Terbukti, sebanyak 52,4% konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama.
”Faktor itu jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” tambah Rumayya.
Maka itu, dia mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis ojek online.
Pangkalnya ada pada berkurangnya order ojek online yang tak hanya menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi.
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | Indra Fikri |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR