Dirinya hanya sembilan menit parkir dikenakan biaya parkir sekira Rp 4.000.
"Enggak ada satu jam dikenakannya Rp, 4.000, padahal kalau di Mall harga nya cuma Rp, 2.000 ini masa kantor pelayanan polisi harganya mahal," ungkapnya dikutip dari Wartakotalive.com.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan menyoroti tarif parkir di Satpas SIM Daan Mogot yang mahal.
Menurut dia, kantor tersebut adalah instansi Polri yang merupakan lokasi pelayanan pembuatan SIM.
Baca Juga: Begal Motor Ini Ternyata Sehari-hari Jadi Tukang Parkir, Ancam Korbannya Pakai Airsoft Gun
"Sebenarnya kalau di instansi pemerintah, Polri apalagi aset negara tidak boleh itu narik parkir," tegas Edison kepada Wartakotalive.com.
Namun, kata Edison saat ini banyak instansi pemerintah terutama di gedung kepolisian menarik uang parkir dengan alasan untuk perawatan.
Sehingga, sejumlah instansi pemerintah dan polisi ini menggandeng pihak swasta untuk mengelola parkir.
Dia bilang, boleh saja instansi pemerintah dan Polri menarik uang parkir untuk perawatan, tapi sifatnya suka rela.
Baca Juga: Kalau Pelat Nomor Sudah Dipasangi Cip, Motor yang Belum Bayar Pajak Gak Boleh Parkir
"Jadi orang mau kasih atau tidak, ya jangan dipatokin harganya, itu salah besar sudah," jelas Edison.
Edisom menilai, pengelolaan parkir dengan tarif mencekik dengan melibat pihak swasta, hanya sebagai tempat mencuci tangan saja.
Dengan begitu, pihak Satpas SIM tidak akan terkena masalah dan melempar tanggungjawab ke pihak ketiga.
Ia menegaskan secara tidak langsung Satpas SIM sudah melakukan bisnis di atas tanah milik negara.
"Menarik dana masyarakat untuk komersial dengan melibatkan pihak ketiga enggak boleh, itu aset milik negara, apalagi lebih mahal dari mall," terang Mantan Ketua Balai Wartawan Polda Metro Jaya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul "Baru Parkir Sembilan Menit di Satpas SIM Daan Mogot, Pengendara Ini Keluhkan Tarif Perjam Rp, 4.000"
Source | : | Wartakotalive.com |
Penulis | : | Galih Setiadi |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR