"Hitung-hitungan kami belum final ya, hitung-hitungan kami ini bisa di Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun. Sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi?," ucap Bahlil.
"Karena Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun itu sama dengan 25 persen total pendapatan APBN kita dipakai untuk subsidi dan ini menurut saya agak-agak enggak sehat," jelasnya.
Dia malah membandingkan dengan warga Papua yang sudah terbiasa dengan harga minyak yang tinggi.
Terpenting, kata Bahlil, BBM tersedia alias tidak langka.
"Kalau di Papua itu biasa kalau harga minyak tinggi biasa. Kalau saya di Papua dulu harga Rp 19.000 enggak pernah ribut-ribut kita di Papua. Tapi kalau di sini naik Rp 1.000, Rp 2.000 sudah ribut orang," sebut Bahlil.
"Kalau di Papua itu harga minyak naik, waktu dulu waktu saya masih jadi pengusaha, biasa-biasa saja yang penting barang ada. Tapi saya tidak tahu kalau di sini ya (DKI Jakarta)," ujarnya.
Baca Juga: Leganya Harga BBM Subsidi Seperti Pertalite Belum Akan Dinaikkan, Menteri ESDM Bongkar Alasannya
Dia pun berharap, APBN kita masih dalam kondisi sehat atau mampu menanggung beban biaya fiskal negara.
"Kita doakanlah kalau ini katakanlah beban negaranya tinggi ya ayo sama-sama kita mungkin ini adalah membentuk kita gotong royong karena untuk menjaga fiskal kita juga agar sehat," harap Bahlil.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahlil: Kita Harus Siap-siap kalau Terjadi Kenaikan Harga BBM"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Indra Fikri |
Editor | : | Indra GT |
KOMENTAR