Pemerintah mencatat harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP mencapai 104,9 Dollar AS per barrel, sementara kurs Rupiah saat ini bergerak di level Rp 14.750 per dollar AS.
Pelemahan kurs rupiah itu pun mempengaruhi harga minyak mentah yang di impor Indonesia.
Suahasil mengatakan faktor-faktor eksternal itu terus menjadi perhatian pemerintah.
Sedangkan dari dalam negeri, faktor yang dipantau pemerintah adalah tingkat konsumsi BBM bersubsidi di masyarakat, sebab tingginya konsumsi akan mempengaruhi hitungan belanja subsidi BBM di dalam APBN.
"Jadi kita berharap harganya stabil, tapi kondisi saat ini dinamis terlihat dari ICP, harga minyak internasional, dampak kurs, serta faktor volume yang dikonsumsi masyarakat," kata dia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, besaran harga Pertalite yang sebesar Rp 10.000 per liter, pada dasarnya tetap disubsidi oleh pemerintah. Lantaran harga keekonomiannya sebesar Rp 14.450 per liter.
Harga keekonomian Pertalite itu berdasarkan penghitungan atas rata-rata harga ICP sebesar Rp 105 dollar AS per barrel dan kurs Rp 14.750 per dollar AS.
Baca Juga: Harga Pertalite Naik Tetap Tenang Karena Tombol di Motor ada yang Bikin Irit Bensin Ketahui Letaknya
Sementara untuk harga Pertalite bisa turun ke Rp 7.650 per liter tanpa intervensi APBN alias tanpa disubsidi, kata Febrio, hal itu memungkinkan apabila harga ICP berada di level 41 dollar AS- 42 dollar AS per barrel.
"Jadi kalau kemarin harganya Pertalite Rp 7.650, itu sebenarnya setara dengan ICP-nya harusnya 41-42 dollar AS. Jadi harga yang sekarang kita sudah naikkan ke Rp 10.000 pun itu masih di bawah harga keekonomian," ujarnya.
"Kalau tadinya Rp 7.650 dibandingkan (harga keekonomian), katakanlah Rp 14.000-an, sekarang kita Rp 10.000 dibandingkan Rp 14.000-an. Artinya tiap liter Pertalite itu tetap disubsidi, dikompensasi oleh pemerintah," tutup Febrio.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sampai Kapan Harga Pertalite Rp 10.000 Per Liter? Ini Kata Kemenkeu"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Aditya Prathama |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR