Apalagi saat ini dunia tengah menghadapi ekonomi yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik.
“Masih lebih dari separuh jumlah rakyat kita yang belum memenuhi standar makanan bergizi, dan prevalensi stunting balita kita masih tinggi, tentu hal ini keluar dari batas kepatutan. Mandat utama konstitusi dan bernegara kita adalah mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Hal inilah yang harus jadi kacamata utama kita dalam merumuskan kebijakan prioritas,” tambahnya.
Said mengatakan, sudah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Oleh sebab itu rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan seksama.
“Subsisi kendaraan listrik perlu dipertimbangkan, agar akselerasi kita menuju transportasi rendah emisi, dengan mengurangi impor minyak bumi, menyehatkan APBN, dan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang,” tegas dia.
Adapun beberapa insentif lain yang mendorong percepatan ekosistem kendaraan listrik seperti skema investasi swasta dalam pendirian infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) jenis ultra fastcharging dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Menggabungkan para pelaku industri kendaraan listrik dalam negeri di dalam ekosistem KBLBB, dengan kebijakan insentif perpajakan, antara lain tax holiday 20 tahun, super dedaction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan.
“Jika ditotal keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik,” tambahnya.
Baca Juga: Subsidi Motor Listrik Wajib Naik, Sasar Bikers Kurang Mampu
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Subsidi Kendaraan Listrik, Ketua Banggar DPR RI: Tidak Ada Alokasi di APBN 2023 "
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Albi Arangga |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR