Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyaki memberikan penjelasan.
Alasan pemerintah belum menaikkan harga minyak adalah karena stok minyak antar negara menghadapi musim dingin serta persedian awal tahu tahun relatif stabil, sehingga harga minyak cenderung menurun.
Ia memprediksi ketersediaan stok minyak tersebut hanya sementara.
Soalnya, tidak ada kebijakan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang signifikan untuk menambah produksi migas ke pasar internasional.
"Tetapi jika kita lihat harga minyak masih tetap di US$ 80-85 per barel, artinya masih berada di range 80-90 dollar Amerika per barel. Jadi untuk turun (harga BBM subsidi) masih belum," ujarnya dikutip dari Kontan.co.id.
Ia juga melihat kecenderungan harga minyak mentah dunia yang menurun disebabkan suplai minyak yang sudah sedikit stabil, yang juga disebabkan suplai minyak Rusia sudah masuk ke pasar internasional.
"Seperti pasokan utama migas Cina saat ini Rusia (sudah mulai supply minyak ke pasar internasional). Artinya pasar migas sedang tidak kekurangan stok," jelasnya.
Baca Juga: Darurat BBM, Harga Pertalite Sampai Rp 17 Ribu Per Liter Di Karimunjawa, Pihak Pertamina Buka Suara
Yayan berpendapat, harga BBM subsidi bisa saja turun jika level harga minytak mentah dunia ada di kisaran 65 hingga 75 dollar Amerika per barel.
Soalnya, kalau harganya turun, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih diatas batas psikologis yaitu Rp 15.000 per dollar.
Dengan kondisi tersebut, ia mengatakan pemerintah bisa membeli minyak cukup tinggi.
"Nilai tukar rupiah kita masih diatas batas psikologis yaitu Rp 15.000 per dollar AS, jadi kita beli minyak lumayan tinggi. Andaikan harga nilai tukarnya membaik mungkin bisa turun," ujarnya.
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Galih Setiadi |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR