MOTOR Plus-online.com - Banyak indikasi pemalsuan oli menggunakan botol oli Pertamina bekas.
Botol oli Pertamina dipilih karena dianggap lebih cepat laku alias gampang dijual.
Hal itu diakui Brahma Putra Mahayana, Technical Specialist Pertamina Lubricants.
"Kasus pemalsuan itu modusnya macam-macam, kalau zaman dulu isinya itu bisa diisi oli apa pun," ungkap Brahma saat ditemui MOTOR Plus-online di Lubricants Technology Center, Plumpang, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (28/3/2023).
"Kalau sekarang rata-rata relatif enggak kelihatan, tapi modelnya mereka (oknum pemalsu) beli oli yang murah atau yang dijual susah lalu dikemas ke kemasan yang jualnya gampang," sambungnya.
"Di pasaran produk oli enggak cuma kita, semua orang bisa bikin produk oli, kadang kala ada yang cuci gudang dan itu dikemas ke botol oli kita (Pertamina)," lanjutnya.
"Kalau zaman dulu oli palsu pasti bikin kendaraan rusak, tapi kalau sekarang belum tentu karena pemalsuan bisa jadi pakai oli asli tapi yang harganya lebih murah atau di bawah spesifikasi," jelas Brahma.
"Tidak secara langsung merusak mesin karena oli di bawah spesifikasi, efeknya misal seharusnya bisa dipakai 1.000 km tapi baru beberapa kilometer penguapannya banyak dan oli jadi kental," tambahnya.
Untuk mengecek indikasi pemalsuan oli, kata Brahma, harus cek nomor batch yang ada di tutup dan leher botol.
"Bisa jadi pakai botol bekas, makanya salah satu cirinya botol dan lehernya punya nomor batch enggak sejajar," sambungnya.
"Misalnya nomor batch di leher botol oli bekas masih ada kemudian nomor batch tutup botol baru diukir sendiri," lanjutnya.
Brahma menjelaskan, nomor batch yang benar harus sejajar, tegak lurus, dan fontnya sama.
"Harus lurus karena kita mencetaknya pakai laser, bukan distempel, (botol oli) jalan di konveyor jadi saat dicetak harus rata dan sejajar," tambah lagi Brahma.
Untuk mengurangi pemalsuan oli, Brahma mengimbau agar bikers merusak botol oli Pertamina bekas.
Setelah dirusak, limbah botol oli bekas harus diolah pihak yang mengantongi izin.
"Pelumas maupun kemasan bekas itu termasuk kategori limbah B3, penanganan yang benar adalah dikelola pihak ketiga yang memiliki izin penanganan limbah B3," lanjut Brahma.
"Siapa yang harusnya menangani itu ya partai terakhir yang mengurus limbah ini," tambahnya.
"Misal saya punya bengkel dan botol oli jadi limbah, maka ada dua opsi, botol dibawa pulang customer atau dikelola bengkel," sambungnya.
Jika botol dibawa pulang customer, maka pengolahan limbah botol oli bekas jadi tanggung jawab customer.
"Makanya kalau servis sisa botol dikasih ke customer, meminimalkan tanggung jawab limbah dari bengkel itu sendiri," ungkap Brahma.
Sementara kalau tidak diserahkan ke customer, maka bengkel punya kewajiban untuk menangani limbah tersebut.
"yang paling tepat dan paling resmi adalah mengontak pihak yang punya izin untuk mengurus limbah itu," lanjutnya.
"Kalau berdasarkan aturan, pengelolaan limbah harus berdasarkan aturan yang berlaku, dalam hal ini harus melalui pihak-pihak yang memiliki izin untuk mengelola limbah," pungkasnya.
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR