"Dari dulu sampai sekarang penggiringan opini seolah-olah produk UMKM knalpot di Indonesia adalah brong," lanjutnya.
Menurut Abenk, knalpot motor dibagi menjadi 3 jenis.
"Menurut kami knalpot ada 3 jenis, yaitu knalpot standar bawaan motor, knalpot aftermarket, dan knalpot racing," tambah bos Abenk Muffler itu.
"Knalpot standar bawaan motor itu yang dikeluarkan pabrikan pas keluar dari diler," sambungnya.
"Nah kalau knalpot aftermarket, bisa masuk ke dalam racing bisa juga standar, jadi di tengah-tengah," lanjut Abenk.
"Begitu pula knalpot racing, bisa juga dipakai harian asalkan sesuai ambang batas dan emisi gas buang," tambah dia.
"Contoh ada knalpot racing untuk Satria FU dipakai ajang balap, saya pasang dB killer bisa membunuh suara," imbuhnya.
Baca Juga: Murah Sekali Denda Tilang Knalpot Brong Cuma Segini Pantesan Tidak Bikin Kapok
Selain itu, kata Abenk, kebisingan knalpot aftermarket untuk motor harian sudah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Tepatnya dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan yang sedang diproduksi.
Dalam PM itu, disebutkan motor kapasitas kurang dari 80 cc maksimal bisingnya 77 dB (desibel).
Sementara motor 80 cc – 175 cc punya kebisingan maksimal 80 dB.
Terakhir, untuk motor di atas 175 cc maksimal 83 dB.
Abenk berharap, polisi tidak memukul rata semua knalpot aftermarket adalah brong.
"Tidak boleh pukul rata, kita tidak boleh melihat hanya dari bentuk fisik," tegas Abenk.
"Makanya publik ngertinya ada home industri tukang bikin knalpot dibilangnya itu knalpot brong, padahal tidak semuanya," tutup dia.
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR