Namun, jika listrik tersebut berasal dari fosil atau batu bara, maka penggunaan bahan baku tersebut akan berkontribusi terhadap polusi dan kerusakan lingkungan.
“Jika pun produksi listrik di Indonesia sudah menggunakan sumber daya terbarukan seperti solar power, wind power, atau hydro power," lanjut dia.
"Maka keberlanjutan sumber daya ini pun masih perlu dipertanyakan,” tegas dosen program studi Ekonomi Pembangunan itu.
Selain penggunaan bahan baku listrik, Made mengatakan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia masih belum terdistribusi secara merata.
Sebagai contoh charging station, ketersediaan sparepart, dan tenaga montir.
Lebih dari itu, kebutuhan Listrik bagi masyarakat di luar Jawa juga belum sepenuhnya terlayani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Baca Juga: Asosiasi Ojol Tolak Keras Wacana Kenaikan Pajak Motor Bensin Sambil Singgung Isu Lain
"Artinya, pemenuhan listrik hanya bagus di Pulau Jawa saja. Namun, kebutuhan listrik di area luar Jawa belum sepenuhnya terlayani," tambah dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Publik itu.
"Sebagaimana data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional, Red) tahun 2020 yang menyatakan bahwa rasio listrik di wilayah timur masih pada kisaran 75-80 persen dan rata-rata daya listrik rumah tangga di wilayah ini masih dibawah 900 watt,” jelasnya.
Made juga menyampaikan bahwa akselerasi kendaraan listrik mungkin dapat berpotensi menurunkan polusi.
Namun, apakah penggunaan kendaraan listrik dapat menjamin keamanan para pengendara?
Mengingat kondisi topografi Indonesia yang cukup rawan bencana seperti banjir ketika musim penghujan.
"Oleh sebab itu, kebijakan ini perlu dikaji kembali dengan mempertimbangkan banyak aspek," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Rencana Kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor BBM, Ini Pendapat Pakar Ekonomi Unair
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR