Baca Juga: Tukang Parkir Palak THR Rp 15 Ribu di Karawang Langsung Diciduk Polisi
Ziyan bilang, tarif parkir Rp 15 ribu itu momen THR buatnya, makanya dia memaksa minta tarif lebih.
"Kita mah setahun sekali. Sini goceng (Rp 5 ribu) atau ceban (Rp 10 ribu) dah," jelas Ziyan.
Dikutip dari Kompas.com, Rio Octaviano, Ketua Indonesia Parking Association (IPA) mengatakan, istilah parkir liar mesti diubah menjadi pungutan liar (pungli) karena punya unsur pidana.
Rio mengatakan, pungli yang mencatut uang pengunjung secara paksa hanya bisa diselesaikan jika petugas keamanan bertindak.
Dalam hal ini adalah pihak berwajib termasuk di dalamnya polisi agar jera.
"Akhirnya menjadi konflik horisontal. Misalkan kita parkir terus ketemu sama orang (juru parkir liar) kalau kita berani, berarti melawan, dan kalau melawan sudah masuk dalam konflik horisontal," kata Rio kepada Kompas.com, Jumat (21/4/2024).
Sedangkan menurut Rio, tugas polisi adalah untuk mencegah pungli.
Jangan sampai kasus seperti ini kerap terjadi dan baru kemudian diusut saat ada laporan.
"Petugas kepolisian memiliki kewajiban untuk mencegah ini, jadi jangan sampai kejadian ribut tapi cegah dulu. Bagaimana cara mencegahnya, yaitu penertiban. Penertiban mereka yang melakukan parkir liar dengan catatan tidak adanya keterlibatan oknum (petugas) dalam pungli yang terjadi," katanya.
Baca Juga: Nostalgia Motor Bebek Yamaha 2-Tak, F1ZR Caltex dan Marlboro Paling Dicari
"Kalau sudah ada keterlibatan oknum hal itu akan sangat rumit. Akhirnya jadi banyak alasan dan alibi. Kami sarankan sebelum masyarakatnya komplain, itu lebih baik kami melihat dilakukan penertiban terlebih dahulu," kata Rio.
Rio memberikan pandangan bahwa penertiban pungli parkir bisa dilakukan lintas sektoral.
"Kalau misalnya mau (menertibkan) bisa melibatkan Satpol PP, terus kepolisian dan garnisun. Kalau sekarang kan tiga instansi ini dilibatkan saat penertiban parkir di badan jalan. Kenapa tidak ini juga dilakukan untuk penertiban kantung-kantung atau tempat yang melakukan pungli di situ," ujar Rio.
Rio mengatakan, Indonesia menganut budaya timur.
Masyarakat cenderung sulit melaporkan ke pihak berwajib tapi gerendeng di belakang, kalaupun melawan akhirnya jadi konflik horisontal.
"Ini tergantung pemerintah kita apakah mau membuat situasi yang kondusif atau menunggu sesuatu untuk terjadi dulu. Tapi biasanya polisi akan berkelit seperti ini, 'tidak ada laporan ke kami, kami bergerak kalau ada laporan'," katanya.
"Sebetulnya tidak perlu ada laporan untuk bergerak. Sebetulnya dengan dasar ketertiban umum, dan ketidaknyamanan itu mereka (polisi) bisa bergerak," kata Rio.
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR