Di TKP Kelapa Gading diamankan 53 unit motor, kemudian protolan (copotan) 14 unit, di TKP Pelabuhan Tanjung Priok diamankan 201 unit, di Padalarang 24 unit, di Kabupaten Bandung 95 unit, pretelan 180 unit dan mobil 1 unit.
Kemudian TKP Cimahi Jabar 50 unit dan TKP Cihampelas Jabar 48 unit motor.
Dari beberapa gudang tersebut ditemukan ratusan motor jenis matic seperti Honda BeAT, Scoopy, Vario hingga PCX untuk dieskpor.
Ada juga beberapa motor yang sudah dimasukan ke dalam kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Kami kemudian meminta kantor Pelayananan Utama Bea dan Cukai tipe A Tanjung Priok untuk membatalkan ekspor terhadap kontainer berisi kendaraan itu," lanjut Brigjen Djuhandhani dalam press conference tersebut.
Dilanjutkannya, jaringan ini menggunakan modus mengambil motor dari lising dengan identitas masyarakat.
Pihak yang mencarikan KTP warga pun diberi imbalan Rp1,5 juta sampai Rp2 juta.
"Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain sepeda motor sebanyak 675 unit dan dokumen pendukung adanya transaksi pengiriman sebanyak kurang lebih 20.000 unit sepeda motor rentang waktu Februari 2021 sampai dengan Februari 2024," jelasnya.
Motor tersebut dijual tersangka ke Vietnam, Hongkong, Rusia, Nigeria, hingga Taiwan. Pengiriman ke luar negeri itu dilakukan tersangka tanpa surat-surat kelengkapan kendaraan.
Baca Juga: Bensin Baru Pengganti Pertalite Lebih Mahal Rp 2.500 Segera Dijual di SPBU Pertamina
"Pengiriman ini rata-rata dilakukan tersangka melalui jalur laut. Kami masih dalami jalur-jalur lain yang digunakan oleh tersangka," lanjutnya.
"Dalam kasus ini dampak kerugian ekonomi sekitar Rp 876.238.400.000 dari akumulasi harga motor dari lising rata-rata 40 juta dikalikan 20.666 unit sehingga muncul angka yang kita temukan tadi di atas," bebernya.
Selain itu dihitung akumulasi kerugian negara dari nilai pajak per sepeda motor diambil rata-rata Rp 800 ribu dikalikan 266 yaitu sebesar Rp 49.598.400.000.
Dalam kasus ini, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NT selaku debitur, ATH selaku debitur, WRJ selaku penadah, HS selaku pendah, FI selaku perantara, HM selaku perantara, dan WS selaku eksportir.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 35 atau Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP, dan/atau Pasal 480 KUHP, dan/atau Pasal 481 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal delapan tahun.
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR