MOTOR Plus-online.com - Sudah berulang kali Valentino Rossi tegaskan jika Yamaha tertinggal dari Honda dan Ducati perihal perangkat elektronik.
Masalah yang dialami Yamaha sudah muncul sejak musim lalu, dimana mereka untuk pertama kalinya terlempar dari persaingan gelar juara dunia.
Raihan empat kemenangan musim lalu menjadi yang terendah bagi pabrikan asal Iwata, Jepang itu dalam 10 tahun terakhir.
Sudah empat seri balap MotoGP 2018 berlangsung, Yamaha pun masih kesulitan meraih hasil yang konsisten.
(BACA JUGA: Makin Panas! Cal Crutchlow: Marquez Enggak Bakal Jadi Pembalap Hebat Kalau Pakai Motor Saya)
Terakhir saat balapan seri keempat MotoGP Spanyol, kedua pembalap mereka, Valentino Rossi dan Maverick Vinales, kembali gagal meraih podium.
Saat balapan di Sirkuit Jerez, Spanyol, Valentino Rossi mengatakan jika masalah yang dialami Yamaha M1 yakni 25 persen berasal dari masalah mekanis (sasis, ban, swingarm, dll) dan 75 persen adalah elektronik.
Kelemahan Yamaha untuk menemukan setelan ECU produksi Magneti Marelli membuat Rossi mendesak Yamaha untuk mendatangkan insinyur elektronika.
Sayang permintaan tersebut belum dikabulkan oleh Yamaha yang memilih percaya pada insinyur di internal mereka.
(BACA JUGA: Ada Apa? MotoGP Baru Berjalan 4 Seri, Pembalap Malaysia Ini Keluar dari Tim)
Padahal sejak penyeragaman ECU mulai musim 2016, Yamaha seperti kewalahan untuk mengakali perangkat elektronik produksi Magneti Marelli itu.
Meski semua pebalap mendapatkan ECU yang sama, namun para pebalap memiliki setelan sendiri-sendiri berdasarkan karakteristik motor dan gaya balap rider itu sendiri.
Direktur Teknologi MotoGP, Corrado Cecchinelli, mengatakan bahwa jawaban untuk masalah ECU adalah kalibrasi.
Cara kerja ECU adalah sama untuk semua, namun ribuan kombinasi angka pada program tiap-tiap pabrikan menjadi pembeda output yang dikeluarkan oleh motor masing-masing.
(BACA JUGA: Pembalap Bengal, Barry Sheene Merokok di Start dan Playboy Kelas Kakap)
Secara garis besar, ECU mengatur seluruh kontrol yang ada di motor, seperti sasis, traksi, sampai wheelie.
"Strategi kontrol sasis, traksi, dan wheelie tiap tim berbagi mode fungsi yang sama. Yaitu mendapatkan input data, mengolahnya, dan menghasilkan pengurangan torsi," kata Corrado Cecchinelli dikutip BolaSport.com dari Crash.
Sebagai contoh, jika motor mencapai batasnya maka permintaan untuk menambah torsi tidak bakal diizinkan oleh perangkat elektronik.
Sedangkan dalam akselerasi trek lurus yang beroperasi adalah kontrol traksi serta kontrol roda. Sedangkan saat start yang bekerja adalah kontrol launch.
(BACA JUGA: Lapor ke Sini Kalau Kecelakaan, Ada Biaya Perawatan Gratis Hingga Rp 20 Juta)
"Jadi, jika anda berakselerasi dalam trek lurus, kontrol traksi dan kontrol wheelie beroperasi secara paralel. Tapi jika salah satu dari keduanya menemukan alasan untuk mengurangi torsi, maka ECU akan mengirimkan permintaan untuk pengurangan torsi," tutur Cecchinelli.
"Mari kita asumsikan kalibrasi kontrol wheelie terlalu ketat, sehingga mengurangi torsi sebelum motor mengalami wheelie. Atau ketika wheelie bukan menjadi masalah, maka anda tidak cukup cepat,"
"Jadi jika pebalap Yamaha merasa bahwa motor mereka bisa lebih cepat dari itu, mereka akan terus meminta teknisi untuk mengatur strategi dengan tepat untuk melepaskan potensi penuh dari motor," tutur Cecchinelli.
Mantan petinggi Ducati Corse itu menambahkan untuk menemukan kalibrasi ECU yang tepat, para pabrikan harus melakukan perhitungan dan uji coba.
(BACA JUGA: Bahaya Pencet Rem Depan Saat Nikung, Video Biker Ini Jadi Buktinya)
"Anda tidak bisa menghitung semuanya di markas. Karena ketika anda datang ke trek balap sesungguhnya anda menemui beberapa debu di lintasan, suhu tertentu, jenis ban tertentu, dan faktor lainnya," kata Corrado Cecchinelli.
Terkadang, untuk mengatasi masalah tersebut, para pabrikan mengembangkan interface tool untuk mendapatkan banyak data terkait sekaligus.
"Semua pabrikan mengembangkan semacam interface tool. Sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menggunakan dan menghasilkan kalibrasi dalam bahasa perangkat lunak," tutur Cecchinelli.
Jika melihat dari cara kerja perangkat elektonik tersebut, ini seperti 'pisau bermata dua' karena dapat membantu sekaligus membatasi performa motor.
(BACA JUGA: Bikin Syok... Penjualan Yamaha NMAX Merosot Bulan April, All New PCX 150 Mulai Unjuk Gigi)
Solusi yang mungkin bisa menjadi satu-satunya pilihan bagi Yamaha adalah mendatangkan insinyur elektronika yang memiliki pengalaman terhadap ECU keluaran Magneti Marelli.
Hal itu yang sudah dilakukan oleh Honda dengan merekrut Filippo Tosi yang pernah bekerja di Magneti Marelli dan Ducati.
Sebagai catatan, Yamaha sudah tidak merasakan kemenangan selama 14 balapan terakhir.
Terakhir kali pabrikan berlogo garpu tala itu memenangkan balapan yakni saat Valentino Rossi finis tercepat pada MotoGP Belanda 2017.
KOMENTAR