Kemudian ia memutuskan untuk mengembangkan lagi bisnisnya dengan membuat racing suit asli buatan lokal.
Peluang pembuatan racing suit dinilai cocok karena saat itu pembalap tanah air masih menggunakan brand luar negeri.
Ini yang membuat para pembalap Indonesia harus mengeluarkan kocek lebih.
Sementara wearpack bikinan pria yang memulai karirnya sebagai pembalap grastrack pada 1988 ini ditawarkan jauh lebih murah.
Bayangkan nih pada tahun 1998 hingga 2000am hanya baju balap luar negeri dibanderol dengan harga mulai 8 jutaan.
Sementara baju balap AHRS hanya dibanderol Rp 2,1 juta.
Meski lebih murah, keraguan pembalap dengan kualitas produk lokal masih sayang besar.
Ini jadi kenangan pahit Juraga karena baju balap AHRS tidak langsung diterima.
Baca Juga: Razia Knalpot Incar Bengkel Modifikasi, Ini Kata Mekanik dan Produsen
Setidaknya butuh waktu 4 tahun untuk AHRS diterima para pembalap nasional.
Ini berkat usahanya yang tak kenal menyerah, serta kegigihannya untuk terus mengembangkan baju balap rancangannya, terutama dari segi desain dan safety, akhirnya berangsur-angsur produk andalannya itu bisa diterima oleh pelaku balap Tanah Air.
Apalagi pembalap atau tim balap bisa memesan desain sesuai selera yang diinginkan, dan itu disanggupi oleh pria yang pernah jadi juara nasional di kelas underbone era 1995 ini.
Karena hasil bikinannya terbilang rapi dan terus mengalami perkembangan dari segi safety-nya, kemudian beberapa tim balap dari luar seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, bahkan Australia, turut minta dibuatkan baju balap oleh AHRS.
Dari situ lah kemudian ia memutuskan mulai memasarkannya dengan skala lebih banyak ke beberapa negara tetangga tadi.
Bahkan kemudian ia mengembangkan usahanya dengan mendirikan AHRS Building yang beralamat di Jl. Tole Iskandar No. 162, Depok, dengan disi berbagai produk roda dua.
Penulis | : | Erwan Hartawan |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR