Baca Juga: APBN Kewalahan Tambah Subsidi BBM, Harga Pertalite Bakal Naik?
Padahal, Fahmy menyebut kosumen adalah makhluk rasional yang mempunyai price elasticity untuk tetap mengonsumsi BBM dengan harga lebih murah selama belum ada larangan.
"Menteri ESDM melupakan tabung elpiji 3 kilogram tertulis 'hanya untuk orang miskin'. Faktanya, lebih 60 persen kosumen yang bukan miskin tetap mengkonsumsi gas melon karena distribusi terbuka," jelas dia.
"Hanya pembatasan yang tegas dan lugas yang dapat mencegah jebolnya kuota BBM subsidi," kata dia.
MyPertamina bukan solusi
Dalam hal ini, Fahmy menilai kebijakan MyPertamina bukan solusi yang tegas untuk pembatasan BBM subsidi.
Bahkan, hal itu justru menimbulkan ketidaktepatan sasaran dan ketidakadilan bagi konsumen yang tidak punya akses.
Batasi dan naikkan harga Pertalite
Untuk itu, ia menyarankan dua kebijakan untuk mencegah jebolnya BBM bersubsidi.
"Pertama, tetapkan segera dalam Perpres bahwa hanya sepeda motor dan kendaraan angkutan orang dan angkutan barang yang diperbolehkan menggunakan Pertalite dan Solar," ujarnya.
Kedua, pemerintah perlu menurunkan disparitas antara harga Pertamax dan Pertalite.
Baca Juga: Sudah Capek Antri Beli Pertalite Malah Ditolak, Ternyata Mudah Cara Daftar MyPertamina
Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan harga Pertalite dan menurunkan harga Pertamax secara bersamaan, sehingga selisih maksimal harga sebesar Rp 1.500 per liter.
Menurutnya, kebijakan harga ini akan mendorong konsumen Pertalite migrasi ke Pertamax secara suka rela.
"Perlu juga dilakukan komunikasi publik secara besar-besaran bahwa penggunaan Pertamax sesungguhnya lebih baik untuk mesin kendaraan dan lebih irit," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kuota Pertalite Bakal Jebol, Pengamat: Batasi dan Naikkan Harganya"
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR